Sri Lanka Hadapi Krisis Ekonomi dan Kertas, Pemerintah Terpaksa Tunda Ujian Nasional

28 Maret 2022, 06:00 WIB
Ilustrasi. Sri Lanka menghadapi krisis kertas dan ekonomi. /Pixabay/ludi

PR BEKASI - Krisis ekonomi yang semakin memburuk dan kekurangan kertas, membuat pemerintah Sri Lanka menangguhkan percetakan.

Sri Lanka adalah negara yang berpenduduk 22 juta orang yang saat ini tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948.

Sri Lanka mengalami kelangkaan barang-barang penting, termasuk bahan bakar dan obat-obatan, yang kini telah meluas pada kertas dan tinta untuk buku.

Baca Juga: 4 Link Nonton Aot Attack on Titan Final Season 4 Part 2 Episode 12, Aliansi Akan Hentikan Rumbling

Menurut Anusha Palpita, Sekretaris Kementerian Informasi dan Media Massa, mengatakan pejabat harus menunda ujian nasional untuk jutaan siswa, di tengah kelangkaan kertas dan ekonomi ini.

“Kami tahu ada krisis. Kami tidak memiliki dolar untuk diimpor, tetapi kami berencana untuk segera mengadakan pertemuan dengan para pemangku kepentingan. Kami akan turun tangan untuk membantu media cetak," kata Palpita.

Heshan Peiris, pemilik perusahaan penerbitan lokal K-books Sri Lanka mengaku sedang sulit untuk menerbitkan 25 judul buku untuk tahun 2022 akibat kekurangan kertas.

Baca Juga: Jadwal Vaksinasi Covid-19 di Bekasi Senin, 28 Maret 2022, Jenis Moderna untuk Dosis 2 dan 3

“Kami telah memutuskan untuk menangguhkan sementara pencetakan selama beberapa bulan,” kata Heshan Peiris, dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Arab News, pada Sabtu, 26 Maret 2022.

Peiris mengatakan biaya satu rim kertas pada Oktober 2021 mencapai $38 atau sekitar Rp554.000, meningkat tiga kali lipat.

Rasika Jayakody, penulis yang berencana menerbitkan empat seri buku dengan penerbit K-book tahun ini mengatakan, masalahnya bukan hanya pada pengadaan kertas, karena kenaikan harga jelas akan membebani pembaca.

Baca Juga: Tips Olahraga Nyaman Saat Puasa Ramadhan 2022 dan Terhindar dari Rasa Haus

“Sebuah buku yang dulu berharga 450 rupee (sekitar Rp84.000) sekarang akan berharga 1.000 rupee (Rp187.000). Hanya saja tidak layak untuk melanjutkannya pada saat ini,” kata Jayakody.

Kekurangan dolar telah memicu kekurangan energi yang mempengaruhi semua sektor di seluruh negeri, dan menyebabkan meroketnya harga, dengan inflasi pada rekor 17,5 persen pada Februari 2022.

Sri Lanka membutuhkan hampir $7 miliar (sekitar Rp100 miliar) untuk membayar utang luar negerinya tahun ini.

Baca Juga: A Business Propsal Episode 9: Kang Tae Mu dan Shin Ha Ri Hadapi Situasi Mendebarkan Saat Kencan

Pejabat juga akan mencari lebih banyak pinjaman, termasuk dari China dan India, untuk mengatasi krisis mata uangnya.

Shamindra Ferdinando, editor berita The Island, salah satu judul utama yang menangguhkan edisi cetaknya, menggambarkan situasi saat ini sebagai kekacauan total.

“Pemerintah ingin menyalahkan pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina, tapi bukan itu alasannya," kata Ferdinando.***

Editor: Thytha Surya Swastika

Sumber: Arab News

Tags

Terkini

Terpopuler