Bukan Hanya di Laut China Selatan, 340 Kapal Penangkap Ikan Tiongkok Kuasai Kepulauan Galapagos

26 Agustus 2020, 11:30 WIB
Kapal angkatan laut Ekuador menantang kapal penangkap ikan TIongkok setelah terdeteksi di Samudra Pasifik. /Santiago Arcos/Reuters

PR BEKASI - Penemuan baru-baru ini oleh kapal angkatan laut Ekuador mengejutkan banyak pihak.

Pasalnya terdapat 340 armada kapal penangkap ikan Tiongkok yang berada di dekat Kepulauan Galapagos, sebuah kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati. Hal ini memicu kemarahan baik di Ekuador maupun di luar negeri.

Di bawah tekanan setelah tanggapan keras Ekuador, Tiongkok telah memberikan beragam sinyal tersebut dengan mulai menarik armada penangkapan ikan internasionalnya yang sangat besar.

Kedutaan besarnya yang berada di Ekuador mengumumkan kebijakan "tanpa toleransi" terhadap penangkapan ikan ilegal dan minggu ini mengumumkan pengetatan aturan untuk armada besarnya dengan serangkaian peraturan baru.

Baca Juga: Perkuat Program RW Siaga, Wakil Wali Kota Bekasi Dorong Sektor UMKM di Pondok Gede

Permasalahan muncul dengan 325 dari 340 kapal yang tersisa di lepas pantai Ekuador dan komandan angkatan laut setempat, Darwin Jarrin mengatakan pada pekan lalu, "Hampir setengah dari kapal-kapal itu sesekali mematikan komunikasi satelit mereka, melanggar aturan organisasi manajemen perikanan regional."

Hal ini menunjukkan betapa sulitnya negara-negara kecil seperti Ekuador yang harus melawan armada Tiongkok bahkan ketika kapal itu mendarat di kepulauan yang dikenal oleh seluruh dunia telah menginspirasi Teori Evolusi Charles Darwin.

Armada penangkapan ikan Tiongkok sejauh ini adalah yang terbesar di dunia dan seringkali menangkap ikan secara berlebihan jauh dari perbatasan yang telah ditentukan. Dari Teluk Guinea di Afrika Barat hingga Semenanjung Korea, armada tersebut telah berpindah ke perairan negara lain.

Baca Juga: Usai Didemo, Pemkot Bandung Izinkan 10 Tempat Hiburan Malam Beroperasi Kembali

Salah satu kebiasaan yang dilakukan adalah mematikan transponder mereka untuk menghindari deteksi, menghabiskan stok ikan di perairan tersebut, dan mengancam keamanan pangan bagi masyarakat pesisir yang umumnya adalah golongan menengah ke bawah.

Di Asia Timur, kapal penangkap ikan dapat bertindak sebagai pelopor strategi geopolitik agresif yang bertujuan untuk penegasan klaim wilayah teritorial.

Sementara itu, Peraturan baru Tiongkok keluar minggu ini yang mencakup hukuman yang lebih keras bagi instansi dan kapten yang terlibat dalam penangkapan ikan illegal, unreported, and unregulated (IUU). Tetapi para konservasionis yang memantau kejadian di Kepulauan Galapagos merasa skeptis dengan upaya tersebut.

Baca Juga: Coba Bohongi Polisi, Otak Pembunuhan Bos Pelayaran Sering Mainkan Adegan Kesurupan Arwah Korban

Ilustrasi perbatasan di Kepulauan Galapagos dan lokasi armada penangkap ikan Tiongkok. The Guardian

"Di luar pengumuman sepihak ini, masalahnya tetap sama," kata Pablo Guerrero, Direktur Konservasi Laut untuk WWF Ekuador, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari The Guardian pada Rabu, 26 Agustus 2020.

"Kapal-kapal ini beroperasi tanpa pengamat di atas kapal, mereka tidak kembali ke pelabuhan, mereka memindahkan hasil tangkapan mereka ke kapal induk, yang mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan. Jadi, singkatnya, mereka seperti memancing sepanjang waktu, operasi penangkapan ikan yang tidak pernah berhenti," sambungnya.

"Armada adalah jaringan yang luas dan kompleks, di antara ratusan kapal tersebut ada yang berperan sebagai kapal penyedia bahan bakar, kapal penangkap ikan serta kapal tender dan terumbu karang, beberapa di antaranya malah kapal yang tidak terdaftar," ucap Guerrero.

Banyak kapal yang menghabiskan waktu yang lama di laut dan tidak jarang mengganggu hak asasi manusia dan hal ini telah dilaporkan. 

Baca Juga: Kepindahan Messi dari Barcelona Kian Panas, Inter Milan Jadi Kandindat Terkuat

LSM Global Fishing Watch and the Overseas Development Institute (ODI) telah menggunakan teknologi mutakhir dan analis data untuk mengungkapkan bahwa ukuran dan cakupan armada perairan jauh Tiongkok, yang hingga kini masih banyak yang belum teridentifikasi.

ODI menemukan bahwa armada tersebut memiliki 16.966 kapal, lima kali lebih banyak dari perkiraan sebelumnya. Sebaliknya, bahkan armada perairan jauh AS hanya terdiri dari 300 kapal.

Pada 2017, sebagai bagian dari rencana lima tahun perikanan ke-13, Tiongkok mengumumkan rencana untuk membatasi ukuran armadanya menjadi 3.000 kapal pada tahun 2020.

Baca Juga: Luncurkan Layanan Elektronik Baru, LinkAja Inisiasi Pusat Ekonomi Syariah Dunia di 2024

"Kami terkejut dengan hasilnya karena kami mengharapkan 4.000 sampai 5.000 kapal," kata Miren Gutierrez, penulis utama pada laporan ODI.

Penelitian yang memakan waktu lebih dari satu tahun juga menemukan hampir 1.000 kapal menggunakan "flags of convenience" untuk meyakinkan bahwa armada ini bekerja di bawah hukum.

Nyatanya semua itu hanya penyamaran mereka agar terlihat seperti itu, setidaknya 183 kapal terlibat dalam dugaan penangkapan ikan IUU, di mana Tiongkok menempati peringkat negara dengan kinerja terburuk dalam indeks global 2019.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler