Meski Dihujani Meriam Air, Demonstran Berhasil Kecoh Polisi dengan Berkumpul di Pusat Kota Thailand

18 Oktober 2020, 07:00 WIB
Pengunjuk rasa pro-demokrasi menggunakan payung untuk melindungi diri dari air yang menurut mereka mengandung bahan pengiritasi yang ditembakkan oleh polisi anti huru hara. /Diego Azubel/EPA

PR BEKASI - Ratusan pengunjuk rasa kembali turun ke jalan di seluruh pusat penting Ibu kota Thailand, Bangkok pada Sabtu, 17 Oktober 2020, menentang tindakan kekerasan yang dilakukan saat demonstrasi selama tiga bulan yang ditujukan kepada pemerintah dan monarki.

Di hari sebelumya, polisi berhasil pukul mundur demonsrran dengan menggunakan water cannon yang berisi cairan kimia biru untuk pertama kalinya kepada ribuan demonstran di pusat kota Bangkok pada hari Jumat, kemudian pengunjuk rasa setuju untuk berkumpul kembali di berbagai titik di seluruh kota pada hari Sabtu.

Ratusan orang, banyak yang mengenakan kaus hitam, melakukan unjuk rasa di stasiun Lat Phrao di utara Bangkok.

Baca Juga: Tanggapi Tewasnya Guru Sejarah di Prancis, Charlie Hebdo: Intoleransi Telah Lewati Ambang Batas

Protes juga dilaporkan dari beberapa bagian kota lain ketika polisi mengatakan layanan kereta api ditutup di sebagian besar pusat kota Bangkok untuk menggagalkan upaya demonstrasi.

"Prayuth, keluar," teriak para pengunjuk rasa, mengacu pada Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, mantan penguasa militer yang mereka tuduh merekayasa pemilihan umum tahun lalu untuk memperpanjang kekuasaan militer.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs berita Al Jazeera pada Minggu 18 Oktober 2020, melaporkan dari Bangkok, mengatakan bahwa penyelenggara meminta pengunjuk rasa untuk berkumpul di tiga lokasi berbeda di kota.

Dikabarkan, para pengunjuk rasa telah mengecoh polisi yang secara efektif menutup Bangkok. Beberapa pengunjuk rasa keluar dengan memakai topi keras. Mereka mengharapkan tanggapan keras malam ini dari polisi.

Baca Juga: Polisi Tembakkan Cairan Kimia Biru, Massa Aksi Penggulingan Pemerintah Thailand Bubar Kocar-kacir

Dalam sepekan terakhir, pihak berwajib telah menangkap lebih dari 50 orang, termasuk beberapa pemimpin protes.

"Kekerasan atau tidak, semua pertemuan itu ilegal," kata juru bicara polisi Yingyos Thepjamnong pada konferensi pers.

Juru bicara pemerintah Anucha Burapachaisri mengatakan bahwa tidak ada untung atau rugi bagi pihak mana pun, itu semua menyebabkan kerusakan negara. Pemerintah ingin meminta pengunjuk rasa untuk tidak berkumpul dan tetap damai.

Pada hari Kamis, Thailand memerintahkan pelarangan protes yang telah menjadi tantangan terbesar selama bertahun-tahun kepada pemerintah dan telah menimbulkan kritik yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Raja Maha Vajiralongkorn yang berada di Jerman.

Baca Juga: Kecewa Hanya Diterima Stafsus, BEM SI Janji Geruduk Lagi Istana Tepat 1 Tahun Kepemimpinan Jokowi

Setelah adanya pelarangan, puluhan ribu orang memprotes di Bangkok dan kembali menentangnya.

Ribuan lainnya berunjuk rasa pada hari Jumat, melawan polisi anti huru hara yang merespons dengan menembakkan air yang dicampur bahan kimia yang berwana biru.

“Saya mengutuk mereka yang menindak para pengunjuk rasa dan mereka yang memerintahkannya. Anda semua memiliki darah di tangan Anda,” ujar pemimpin protes Tattep Ruangprapaikitseree, mengatakan setelah dibebaskan dengan jaminan setelah penangkapannya pada hari Jumat.

Baca Juga: Guru Sejarah Tewas Digorok Usai Tunjukkan Kartun Nabi Muhammad, Emmanuel Macron: Ulah Teroris Islam

Para pengunjuk rasa menuntut Prayuth mengundurkan diri, yang pertama kali mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014.

Dia menolak tuduhan pengunjuk rasa bahwa dia merekayasa pemilu tahun lalu untuk melanggengkan kekuasaan. Melanggar tabu lama, pengunjuk rasa juga menyerukan pembatasan kekuasaan monarki.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler