"Filipina mempunyai hak eksklusif untuk mengeksploitasi atau melestarikan sumber daya apa pun di sana," kata pernyataan mereka, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Al Jazeera, Minggu, 21 Maret 2021.
Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin bertanya apakah dia akan mengajukan protes diplomatik atas kehadiran kapal tersebut, mengatakan kepada seorang wartawan di Twitter:
"Hanya jika para jenderal memberi tahu saya. Dalam pengawasan saya, kebijakan luar negeri adalah tinju di sarung tangan besi angkatan bersenjata," katanya.
Kementerian Luar Negeri China tidak segera menanggapi permintaan komentar pada Minggu, 21 Maret 2021.
Pengadilan Internasional pada tahun 2016 membatalkan klaim China atas 90 persen wilayah Laut Natuna Utara, tetapi Beijing tidak mengakui keputusan tersebut.
China dalam beberapa tahun terakhir telah membangun pulau-pulau di perairan yang disengketakan, serta membangun landasan udara di beberapa pulau tersebut.
Taiwan, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei adalah beberapa negara lainnya yang mengklaim sebagian laut Natuna Utara.
Pada bulan Januari 2021, Filipina memprotes undang-undang baru China yang mengizinkan penjaga pantainya menembaki kapal asing, yang menggambarkannya sebagai ancaman perang.
Amerika Serikat telah berulang kali mengecam apa yang disebutnya upaya China untuk menindas tetangga dengan kepentingan yang bersaing.