PR BEKASI – Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar memohon kepada Dewan Keamanan untuk mengambil tindakan tegas pada Rabu, 31 Maret 2021 dalam kekerasan yang meningkat di negara Asia Tenggara itu.
Mereka memperingatkan risiko perang saudara dan pertumpahan darah yang akan segera terjadi karena pasukan junta militer dengan keras menekan massa pro demokrasi.
Lebih dari 520 orang tewas dalam demonstrasi setiap hari sejak junta militer menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Menurut utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener mengatakan hal tersebut membuat kehidupan demokrasi di Myanmar terhenti setelah selama satu dekade berlangsung.
Baca Juga: Cegah Warganya Mudik Lebaran ke Luar Kota, Bupati Purwakarta Akan Buka Tempat Wisata
Baca Juga: Hasil KLB Deli Serdang Ditolak Kemenkumham, AHY: Artinya Tidak Ada Dualisme di Tubuh Partai Demokrat
"Saya mengimbau kepada Dewan untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang benar, apa yang layak diterima rakyat Myanmar, dan mencegah bencana multi-dimensi," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia.
Dirinya mengatakan, pihaknya tetap terbuka untuk berdialog dengan pemerintah junta militer Myanmar.
"Jika kita menunggu hanya ketika mereka siap untuk berbicara, situasi di lapangan hanya akan memburuk. Perang saudara dan pertumpahan darah akan segera terjadi," katanya
Sebelumnya kemarin, tim hukum Aung San Suu Kyi mengatakan pemimpin yang digulingkan itu tampaknya dalam keadaan sehat meskipun ditahan selama dua bulan.
Wanita berumur 75 tahun tersebut tidak terlihat di depan umum sejak dia dikudeta tetapi anggota tim hukumnya, Min Min Soe, dipanggil ke kantor polisi di ibu kota Naypyidaw untuk video meeting dengannya.
"Kondisi fisik DASSK (Aung San Suu Kyi) terlihat baik menurut penampilannya di layar video," kata tim kuasa hukumnya dalam sebuah pernyataan.
Aung San Suu Kyi menghadapi serangkaian tuntutan pidana dan hukuman itu bisa membuatnya dilarang dari jabatan politik seumur hidup.
Kudeta dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah junta militer selanjutnya telah memicu kecaman internasional.
Inggris menyerukan sesi darurat Dewan Keamanan setelah militer secara dramatis meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa selama akhir pekan.
Dalam eskalasi kekerasan lainnya, militer Myanmar pada Sabtu, 28 Maret 2021, melancarkan serangan udara pertama di negara bagian Karen dalam 20 tahun setelah kelompok pemberontak merebut pangkalan militer.
Baca Juga: Berbeda dengan Tahun Lalu, MUI Kota Bekasi Bolehkan Warga Salat Tarawih Berjamaah Ramadhan Tahun Ini
Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran untuk kembalinya konflik etnis bersenjata di negara yang beragam etnis itu.
Sementara itu, sekelompok anggota parlemen yang digulingkan dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi mengatakan mereka akan membentuk "pemerintahan sipil baru" pada minggu pertama bulan April.
Sampai artikel ini diturunkan, pihak NLD belum memberikan penjelasan lebih lanjut terkait detail pemerintahan sipil baru tersebut.***