Pekerja Singapura Disebut sebagai Pekerja Paling Tidak Bahagia Sedunia, Kurang Kesejahteraan Mental

- 18 Juni 2021, 10:15 WIB
Pekerja Singapura disebut sebagai pekerja yang paling tidak bahagia sedunia lantaran dinilai kurang miliki kesejahteraan mental.
Pekerja Singapura disebut sebagai pekerja yang paling tidak bahagia sedunia lantaran dinilai kurang miliki kesejahteraan mental. /REUTERS/Edgar Su

 

PR BEKASI – Singapura merupakan satu-satunya negara Maju di Asia Tenggara. Memiliki berbagai fasilitas dan pendapatan yang tinggi siapa sangka pekerja Singapura adalah pekerja yang paling tidak bahagia sedunia.

Kesimpulan itu didapat dari hasil studi global terbaru yang dilakukan oleh Employment Hero, pengembang perangkat lunak sumber daya manusia sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Mashable pada Jumat, 18 Juni 2021.

Studi bertajuk ‘Dampak Covid-19 pada Pemilik Bisnis dan Karyawan’ telah mempertimbangkan hasil survei yang dilakukan terhadap lebih dari 1.000 pekerja dan karyawan Singapura.

Saat disurvei, sekitar 48 persen pekerja Singapura mengakui ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan di tempat kerja, dan mengatakan mereka tidak akan merekomendasikan negara itu sebagai tempat untuk mengejar karir.

Baca Juga: Nurdin Abdullah Akui Terima 150.000 Dolar Singapura: Murni Kegiatan Politik Bukan Suap

Angka-angka ini menempatkan Singapura tepat di peringkat paling atas dari peringkat ketidakbahagiaan survei, mengalahkan Malaysia (42 persen), Selandia Baru (41 persen), dan Australia (40 persen).

Peserta survei secara terbuka menyatakan bahwa mereka lebih memprioritaskan kesejahteraan mental mereka (52 persen) di atas kepuasan karir (35 persen) namun hal itu kurang terpenuhi.

68 persen pengusaha Singapura menyatakan bahwa mereka mendukung kesehatan mental karyawan mereka, tetapi hanya 41 persen pekerja Singapura yang setuju bahwa bos mereka peduli.

Demikian pula dengan 62 persen pengusaha menyatakan bahwa mereka memiliki alat untuk mengukur dan memantau kesehatan mental tetapi hanya 39 persen karyawan yang setuju.

Baca Juga: Singapura Putuskan Tak Akan Kirim Jemaah Haji Tahun Ini, Begini Alasannya

Keduanya menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara apa yang menurut pengusaha cukup baik versus apa yang menurut pekerja Singapura benar-benar mereka butuhkan.

Pekerja Singapura memberi beberapa saran agar keadaan dapat berubaha. Tiga saran teratas umumnya mencakup peningkatan keseimbangan kehidupan kerja, peningkatan tunjangan kesehatan, dan membuat layanan konseling lebih mudah tersedia.

Singapura sebelumnya telah diidentifikasi memiliki tingkat stres yang tinggi dan keseimbangan kehidupan kerja yang buruk, hasil penelitian ini tidak menyimpang dari apa yang telah diketahui.

Selama beberapa tahun terakhir, banyak penelitian telah mengilustrasikan gambaran pekerja Singapura yang terlalu banyak bekerja, lelah, dan stres.

Baca Juga: Pertanyakan Ketegasan Pemerintah Tangani Kebocoran Data, Roy Suryo: Kalau di Singapura Ada Denda

Dengan pandemi Covid-19 juga sekarang, tidak mengherankan bahwa keadaan tidak berubah menjadi lebih baik.

Ketika diminta, setidaknya 50 persen pengusaha dalam survei tersebut mengakui bahwa mereka siap untuk memberikan lebih banyak fokus pada masalah kesehatan mental ke depan.

"Perusahaan yang berniat untuk terus menerapkan kerja jarak jauh atau fleksibel pasca-Covid-19 perlu menjadikan keseimbangan kehidupan kerja, kesehatan mental, dan inisiatif kesehatan karyawan secara keseluruhan sebagai prioritas dalam organisasi," kata pendiri dan CEO Employment Hero Ben Thompson.

"Kurangnya struktur yang jelas, alur kerja, dan komunikasi terbuka di seluruh organisasi menambah stres dan ketegangan yang tidak perlu pada karyawan yang sudah berjuang untuk mengatasi kecemasan terkait pandemi umum," sambungnya.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Mashable


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah