Sementara itu Tiongkok mengatakan kamp-kamp itu adalah pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan sebagai bagian dari "tindakan kontra terorisme dan deradikalisasi".
Di bawah hukum internasional, kejahatan terhadap kemanusiaan didefinisikan sebagai kejahatan yang meluas dan sistematis, sedangkan beban pembuktian genosida dimaksudkan untuk menghancurkan sebagian populasi ini menjadi faktor untuk lebih sulit dibuktikan.
Para kelompok aktivis menyimpulkan bahwa langkah yang dilakukan Tiongkok terhadap Muslim Uighur telah “memenuhi ambang tindakan yang merupakan tindakan genosida", yang melarang penerapan tindakan dengan maksud untuk mencegah kelahiran di antara kelompok etnis atau agama.
Baca Juga: Polisi Terbitkan Aturan Pam Swakarsa, KontraS: Akan Ada Potensi Ormas Boleh Gunakan Kekerasan
Sementara itu, Kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet pada Senin, 14 September 2020 mengatakan bahwa dia sedang mendiskusikan kemungkinan kunjungan ke Xinjiang dengan pihak berwenang Tiongkok yang menghadapi reaksi balik yang meningkat atas perlakuan terhadap etnis Uighur.
Tetapi para aktivis menyuarakan kekecewaan dalam pidatonya di Dewan Hak Asasi Manusia, ketika Tiongkok tidak pernah menjadikan muslim Uighur sebagai objek resolusi.
"Pernyataan Bachelet tentang Tiongkik tidak mengatakan apa-apa tentang substansi - tidak ada kabar tentang kerugian kemanusiaan dari pelanggaran hak asasi Tiongkok, termasuk terhadap orang Uighur dan di Hong Kong, atau kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang kebebasan berekspresi, penahanan sewenang-wenang, dan tindakan keras terhadap masyarakat sipil," ujar Sarah Brooks dari International Service for human Rights.
"Sebaliknya, pernyataan itu berbicara banyak tentang lemahnya posisi kantor hak asasi manusia terhadap Tiongkok," ujar Sarah Brooks.***
Editor: M Bayu Pratama
Sumber: Al Jazeera