Ungkap Rahasia Besar tentang Vanuatu, Tantowi Yahya: Mereka Adalah Orang Papua yang Merantau

- 27 Oktober 2020, 10:52 WIB
Penduduk dari dua negara di pasifik ini (Vanuatu dan Pulau Solomon) sama persis rasnya dengan orang Papua.
Penduduk dari dua negara di pasifik ini (Vanuatu dan Pulau Solomon) sama persis rasnya dengan orang Papua. /id.quora.com

PR BEKASI - Kegigihan Vanuatu yang menginginkan Papua untuk lepas dari Indonesia tentu telah menjadi polemik belakangan ini, terutama dalam dua tahun terakhir setelah diangkat dakam sidang tahunan PBB.

Pasalnya mereka menganggap bahwa ada ketidakadilan yang diberikan Pemerintahan Indonesia kepada orang-orang Papua.

Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya pun buka suara dan menjelaskan fakta temuannya terkait hal tersebut.

Perlu diketahui, Tantowi Yahya adalah Dubes di Selandia Baru yang kedua kalinya dengan tambahan tanggung jawab, yaitu bertanggung jawab untuk membangun komunikasi dengan 20 negara di pasifik (termasuk Vanuatu).

Baca Juga: Di Tengah Gangguan Pandemi Covid-19, BTPN dan Jenius Tetap Tumbuh dan Raup Untung

Tantowi Yahya pun menjelaskan apa yang terjadi dengan Vanuatu sehingga mereka selalu mengganggu Indonesia.

Dirinya mengatakan bahwa ternyata memang ada asal-usul sejarah mengapa mereka begitu gigih terkait masalah Papua.

"Orang Vanuatu itu rasnya sama betul dengan orang Papua, jadi orang melanesia, menurut sejarah ras Papua itu sekitar 6.000 tahun yang lalu, mereka melakukan eksplorasi ke banyak tempat di wilayah pasifik," ucapnya.

Mereka kemudian berhenti dan bermukim di beberapa wilayah termasuk Vanuatu dan Pulau Solomon. Jadi penduduk dari dua negara di pasifik ini sama persis dengan orang Papua.

Baca Juga: Sentil Jokowi yang Dinilai Abai dengan Politik Dinasti, PKS: Ini Bukan Perusahaan Keluarga

Tantowi Yahya menyebut mereka itu adalah orang Papua yang merantau. Jadi inilah yang membedakan kedua negara ini dengan negara-negara Pasifik lainnya.

Jadi menurutnya, ada ikatan batin di antara mereka yang sangat kuat dan lama karena satu ras.

"Mengapa dua negara ini paling kencang soal Papua dalam forum Internasional, karena itu tadi. Karena sentimen kesamaan ras tersebut," ucapnya.

"Itu yang pertama, yang kedua pada waktu Vanuatu ingin merdeka tahun 1980, Presiden pertama dari Vanuatu itu membuat semacam deklarasi, Walter Lini dia berkata bahwa bangsa melanesia belum benar-benar merdeka jika masih ada bagian dari kita yang masih terjajah," ucapnya menambahkan.

Baca Juga: Gatot Nurmantyo Tak Masuk Bursa Calon Ketum PPP, Pengamat: Bisa Panjang Urusannya Nanti Sama Jokowi

Dirinya menjelaskan bahwa Vanuatu sebagai bangsa melanesia belum benar-benar merdeka jika masih ada di antara mereka yang belum merdeka.

"Belum merdeka maksudnya belum merdeka secara politik, nah yang dimaksud itu adalah Papua," ucapnya.

Walter Lini sebagai the founding father dari Vanuatu, ucapannya itu ternyata didengarkan dan diikuti, bahkan itu menjadi semacam 'konstitusi'. Jadi menurutnya, itulah latar belakang mengapa Vanuatu itu paling kencang kalo soal teriak mengenai Papua.

Tantowi Yahya mengatakan, memang dulu mereka kencang bersuara ingin memisahkan Papua dari Indonesia, namun menurutnya strategi ini sudah tidak laku karena sekarang ini sudah tidak banyak lagi negara yang menginginkan Papua lepas dari Indonesia.

Baca Juga: Berhasil Keluar dari Zona Merah, Kabupaten Bekasi Tetap Perpanjang PSBB Hingga 25 November 2020

"Oleh karena itu, strategi mereka itu berubah, mereka menyoroti mengenai dugaan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap orang-orang Papua sekian lama bahkan menurut mereka itu terjadi sampai saat ini," ucapnya.

"Jadi yang mereka tuntut itu sekarang ini adalah komitmen kita untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM yang menurut mereka terjadi di Papua selama ini," tuturnya menambahkan.

AF: Sebenarnya apa yang mereka pahami tentang Papua, kenapa kemudian mereka begitu yakin bahwa Indonesia itu memperlakukan Papua dengan tidak adil atau melanggar HAM?

Tantowi Yahya pun menjelaskan mengapa Vanuatu menganggap Indonesia tidak adil dan melanggar HAM dalam memperlakukan Papua.

Baca Juga: Google 'Ikut Campur' di Pilkada 2020, Simak Fitur yang Tersedia untuk Anda

Menurutnya, masyarakat Vanuatu mendapatkan asupan informasi yang salah mengenai apa yang terjadi.

"Jadi orang pasifik ini mendapatkan informasi kalau tidak hoaks, beritanya tuh dipelintir, atau berita itu, berita yang sengaja di-setting untuk kepentingan mereka," ungkapnya.

Menurutnya, berita-berita tidak faktual tersebutlah yang selama ini digoreng dan dikonsumsi oleh masyarakat di pasifik, khususnya di negara-negara yang memang punya perhatian besar terhadap masalah di Papua, yaitu Vanuatu.

"Inilah yang menjadi perjuangan kita saat ini, bagaimana berita-berita yang kita lansir dalam rangka mengklarifikasi berita-berita hoaks tersebut bisa dapat berimbang sehingga nanti pada suatu saat sumber informasi kitalah yang menjadi rujukan dunia khususnya masyarakat di pasifik," tutup Tantowi Yahya.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x