PIKIRAN RAKYAT - SEPERTI halnya kesenian tradisional lain, topeng Bekasi pun di ambang kepunahan. Sawal Jagur yang dikenal dengan nama Sawal Topeng pun mulai kehilangan banyak panggung.
Semula, Sawal mengaku bisa menerima panggilan manggung hingga 20 sampai 27 kali dalam sebulan.
Layaknya musafir, dia pun hidup dari panggung ke panggung tanpa sempat pulang ke rumah.
”Jadi misalkan dapat libur nih semalem di rumah, besoknya empat malem enggak pulang-pulang. Tapi ya itu dulu. Sekarang mah susah,” ucapnya, Jumat 10 Januari 2020.
Baca Juga: Topeng Bekasi dan Si Jantuk yang Melegenda karena Cerita Seputar Kehidupan Rumah Tangga
Baca Juga: Mengenal Sejarah Singkat Julukan Bekasi sebagai Kota Patriot
Sawal mengatakan, terakhir menjalani kepadatan jadwal manggung itu sebelum tahun 2014.
Setelah itu, panggilan untuk manggung pun mulai berkurang secara bertahap tetapi pasti. Bahkan, sekarang ia mulai kesulitan mendapat panggung.
”Ini sekarang sudah dua bulan baru dapat satu panggung tanggal 21 Januari 2020 nanti. Setelah itu ya sepi lagi,” ucapnya lesu.
Baca Juga: Catat Nomor-nomor Penting Pemerintah Kota Bekasi yang Dapat Dipakai saat Darurat
Minimnya panggung membuat dia membuka celah dengan menyedikan kesenian lainnya seperti wayang kulit hingga odong-odong.
Selain itu, ia tidak jarang membanting harga agar tetap diundang manggung.
”Sekarang yang punya hajat cuma punya uang segini, tetapi dia pengen banget bawa kami. Bagaimana lagi, mau nunggu bayar mahal ora datang-datang, yang ada saja sudah,” ucapnya.
Tidak hanya sepi panggilan manggung, popularitas topeng Bekasi pun terus menyusut.
Sawal mengaku prihatin lantaran topeng yang justru makin sedikit dikenal. Bahkan, topeng Bekasi kalah terkenal dibanding topeng monyet.
”Pernah ke Jakarta, minta topeng main. Pas ke sana ditanya monyetnya mana? Lah mereka pikir topeng itu topeng monyet,” ucapnya lesu.
Terbentur modal
Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Bekasi, Suwartika mengakui kebudayaan tradisional kerap kesulitan bersaing dengan budaya modern.
Untuk itu, pihaknya kini terus mendorong para seniman untuk turut serta dalam berbagai kegiatan yang digelar.
”Memang ini menjadi tantang yang harus dijawab bersama. Perjuangan untuk terus membuat kebudayaan khas Bekasi terus bersinar. Ini terus kami lakukan dengan menggelar berbagai kegiatan pergelaran,” ucapnya.
Selain menggelar kegiatan, Suwartika mengatakan, pihaknya pun turut memberi pendampingan pada aspek legalitas hukum.
Soalnya, para seniman tradisional juga kerap kesulitan mengembangkan keseniannya lantaran minim modal.
”Seperti bantuan alat musik dari provinsi atau pemerintah kan memerlukan legal hukum, itu pun kami beri bantuan. Hanya saja, harus proaktif juga. Ini terus kami lakukan,” ucapnya.***