Baca Juga: Masuki Fase 3, Ridwan Kamil: Jika Uji Darah Berhasil, Produksi dan Vaksinasi Massal Bisa Dilakukan
Dalam videonya, Mardani Ali Sera juga menyampaikan soal hubungan pengusaha dengan buruhnya berdasarkan UU Cipta Kerja.
Menurutnya, Omnibus Law ini melanggengkan kekuasaan pemodal dan melemahkan tenaga kerja atau buruh. Ia memberikan beberapa contoh terkait hal ini.
"Yang ketiga, UU Omnibus Law memberikan karpet merah kepada pemodal dengan melemahkan tenaga kerja dan buruh," jelas Mardani.
"Contohnya, yang awalnya 32 kali gaji sekarang cuma 25 pesangon. Itu pun 19 dari pengusaha dan enam dari BPJS. Penggunaan kalimat kalau dulu UU Tenaga Kerja paling sedikit, sekarang paling banyak. Nanti ambigu di bab cuti, ambigu di hasil kerja dengan waktu kerja," sambungnya.
Menanggapi penjelasan pak @jokowi pada konferensi pers di media terkait Omnibus Law. Terlihat pak Jokowi tidak menjawab permasalahan. Saya jadi bertanya-tanya pak Jokowi sudah baca atau belum?
Bagaimana tanggapan teman-teman terkait pemaparan pak presiden? #BatalkanCiptaker pic.twitter.com/z2pHq01BUU— Mardani Ali Sera (@MardaniAliSera) October 10, 2020
Baca Juga: Jawab Tudingan Dibayar, Koordinator BEM SI: Demonstrasi Ini Murni Dilakukan Demi Kepentingan Rakyat
Selain mengkritisi substansinya, Mardani Ali Sera juga menyoroti prosedur pembahasan UU Cipta Kerja. Ia menganggap pembahasan UU Cipta Kerja terlalu terburu-buru.
Politisi DPR dari Fraksi PKS ini membandingkannya dengan prosedur penetapan UU lain sebelumnya.
"Prosedurnya ini kesusu. Padahal kita kenal aja kesusu, jangan keburu-buru. Alon-alon asal kelakon. Penetapan 79 UU cuma 64 kali pertemuannya. Padahal kami di DPR biasanya satu UU bisa sepuluh sampai dua puluh kali pertemuan, itu baru naik tingkat satu," tandasnya.
Dengan segala uraian yang disampaikannya tersebut, Mardani Ali Sera berkata kepada Jokowi agar ia lebih mendengarkan masyarakat maupun pakar lainnya.