Tolak Revisi UU ITE, TB Hasanuddin: Saya Kurang Setuju Kalau Disebut Ada Pasal Karet

19 Februari 2021, 14:48 WIB
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin menolak adanya revisi UU ITE. /Oji/Man/DPR RI

PR BEKASI - Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin menolak adanya revisi UU ITE, karena merasa tidak ada yang salah dengan pasal-pasal di dalam UU ITE.

TB Hasanuddin menjelaskan bahwa UU ITE dibentuk pada 2008, dan kemudian direvisi pada 2016 atas dasar permintaan publik, karena ada beberapa pasal yang dianggap krusial.

"Beberapa masalah itu ada pasal yang krusial, yang pembahasannya cukup alot, terutama Pasal 27 soal penghinaan dan pencemaran nama baik, dan Pasal 28 soal ujaran kebencian yang berdasarkan SARA," kata TB Hasanuddin, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Apa Kabar Indonesia tvOne, Jumat, 19 Februari 2021.

Baca Juga: Dukung Revisi UU ITE, Andi Arief: Sejak 2014 Sudah Makan Banyak Korban Orang-orang yang Kritis

Baca Juga: Sebut Buzzer Buruk Bagi Kehidupan Sosial Politik, Mardani: Pemimpin yang Pelihara Buzzer Patut Dipertanyakan

Baca Juga: Sakit Hati Baca Pernyataan Rocky Gerung Soal Jokowi, Husin Shihab: Saya Siap Laporkan!

TB Hasanuddin menjelaskan, dalam proses revisi itu semua pakar dihadirkan, mulai pakar hukum, Polisi, jaksa, bahkan juru bahasa.

"Pada saat itu kita sepakat lahir lah revisi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Pada saat itu, seluruh fraksi tidak ada yang membuat catatan satu kata pun, semua lancar," kata TB Hasanuddin.

Menurutnya, setelah selesai merevisi, revisi UU ITE yang telah disahkan itu kembali dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk judicial review bahkan sampai dua kali, dan kembali diputuskan tidak ada masalah dalam isi UU ITE.

Baca Juga: Sebut Banyak Intrik di Kabinet Jokowi, Rocky Gerung: Mulai Saling Ngadu dan Saling Protes

"Jadi kalau terjadi sesuatu, saya kurang setuju kalau ada yang mengatakan bahwa ini pasal karet. Pasal 27 dan Pasal 28 dari dulu ya begitu saja. Perubahan dari revisi 2016 adalah masalah ancaman hukumannya diturunkan, sehingga perlu delik aduan," kata TB Hasanuddin.

Oleh karena itu, TB Hasanuddin menjelaskan bahwa hanya korban yang dapat mengajukan laporan terkait pelanggaran UU ITE.

"Berbicara delik aduan, maka mereka yang merasa dihina atau dicemarkan nama baiknya, mereka harus melapor ke aparat penegak hukum. Mohon maaf bukan sahabat atau temannya, jadi tidak bisa diwakilkan," kata TB Hasanuddin.

Baca Juga: Sebut UU ITE Sudah Makan Banyak Korban, Nasir Djamil: Dan Itu Orang Biasa, Bukan Orang yang Berkuasa

TB Hasanuddin lantas menyimpulkan bahwa yang salah itu bukan pada isi UU ITE, tapi pada pengaplikasiannya di tengah publik.

"Kalau menurut hemat saya, masalah bukan di pasalnya tapi bagaimana mengaplikasikannya, mentafsirkannya, di mana perlu konsistensi dan adil. Kalau ini merebak ke mana-mana, dan tafsirnya jadi liar. Kemudian dimulti tafsir, bisa jadi seseorang dikriminalisasi," tuturnya.

Lebih lanjut, TB Hasanuddin menjelaskan bahwa keberadaan UU ITE dipertahankan oleh pemerintah, karena pemerintah tidak ingin rakyatnya saling menghina dan menghujat satu sama lain.

Baca Juga: Cak Nun Ancam Turunkan Presiden, Refly Harun: Alangkah Bijaknya Kalau Jokowi Mau Introspeksi Diri

"Mohon maaf pada seluruh anak bangsa, pasal ini mengapa kita pertahankan, karena negara tidak bisa membiarkan orang saling menghujat, menghina, membuka aib, itu Pasal 27. Negara juga tidak boleh membiarkan," kata TB Hasanuddin.

Oleh karena itu, TB Hasanuddin menegaskan bahwa UU ITE tidak perlu direvisi, karena yang perlu diperbaiki bukan pasal-pasal di dalamnya, tapi cara pengaplikasiannya di tengah publik.

"Jadi bukan merevisi undang-undangnya, tapi bagaimana pedoman melaksanakannya, aparat penegak hukum harus konsisten dan adil," ujar TB Hasanuddin.***

Editor: Rika Fitrisa

Sumber: YouTube Apa Kabar Indonesia tvOne

Tags

Terkini

Terpopuler