Soal Revisi UU ITE, Henry Subiakto: Hukum Itu Dibuat untuk Ditegakkan, Bukan untuk Diubah-ubah

19 Februari 2021, 17:57 WIB
Staf Ahli Menkominfo, Henry Subiakto angkat bicara soal wacana revisi UU ITE. /Dok. Kominfo

PR BEKASI - Staf Ahli Menkominfo Henry Subiakto angkat bicara terkait gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin merevisi UU ITE jika dinilai tidak memberi keadilan bagi masyarakat.

Henry Subiakto menilai, seharusnya tak perlu dilakukan revisi UU ITE. Pasalnya, hukum itu dibuat untuk ditegakkan, bukan diubah-ubah karena ada yang salah memahami.

"Di negara hukum, hukum itu dibuat untuk ditegakkan secara benar sesuai normanya. Bukan diubah-ubah, diganti-ganti, karena ada yang salah memahami, atau karena ada yang punya kepentingan pribadi," kata Henry Subiakto, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari cuitan @henrysubiakto, Jumat, 19 Januari 2021.

Baca Juga: Sebut Banyak Intrik di Kabinet Jokowi, Rocky Gerung: Mulai Saling Ngadu dan Saling Protes

Baca Juga: Tak Ada yang Salah dengan Isi UU ITE, Teddy Gusnaidi: Yang Bermasalah Orang yang Tak Ingin Negara Ini Beradab

Baca Juga: Rocky Gerung Sebut Isi Kepala Jokowi Harus Direvisi, Budiman Sudjatmiko: Dia Tak Ngerti Organisasi dan Sejarah

Henry Subiakto pun menuturkan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang dapat ditegakkan dan dipahami dengan baik.

"Hukum yang baik adalah hukum yang tegak dan dipahami. Di situ lah pentingnya literasi," ujar Henry Subiakto.

Menurutnya, yang berhak menilai buruk atau tidaknya suatu undang-undang hanyalah Mahkamah Konstitusi (MK), bukan media, aktivis, atau kaum oportunis.

Baca Juga: Berharap Revisi UU ITE Segera Dilakukan, Fadli Zon: Demokrasi Kita Semakin Jeblok

"Bagi saya yang berhak menguji dan menilai UU itu salah atau tidak adalah Mahkamah Konstitusi. Bukan media, bukan Najwa Shihab. Bukan aktivis liberal. Bukan kaum oportunis, atau pelaku black campaign, atau penyebar kebencian dan hoax," kata Henry Subiakto.

Lebih lanjut, Henry Subiakto menyebut bahwa UU ITE sudah diuji empat kali dan normanya selalu dibenarkan.

"Untuk Pasal 27 Ayat 3 UU ITE, penyebaran penghinaan dan pencemaran nama baik, harus korban yang mengadu, dan tidak boleh ditahan," kata Henry Subiakto.

Baca Juga: Sebut UU ITE Sudah Makan Banyak Korban, Nasir Djamil: Dan Itu Orang Biasa, Bukan Orang yang Berkuasa

"Tapi kalau dikenakan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE, penyebaran kebencian berdasar SARA, pelaku bisa langsung ditahan. Pelapor bisa siapa saja, karena delik umum," sambungnya.

Oleh karena itu, Henry Subiakto mengatakan bahwa yang saat ini ribut ingin UU ITE direvisi adalah mereka yang tidak paham dan hanya bersuara untuk kepentingan pribadi.

"Yang ramai dan ribut, justru yang tidak paham, tapi bersuara keras karena kepentingan dan emosi. Sementara yang ngerti menahan diri dan sesekali harus menyampaikan kebenaran di tengah kegenitan orang-orang yang sok ngerti. Kebenaran sering di jalan yang sepi," tutur Henry Subiakto.

Baca Juga: Tolak Revisi UU ITE, TB Hasanuddin: Saya Kurang Setuju Kalau Disebut Ada Pasal Karet

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa dia akan meminta DPR untuk merevisi UU ITE jika penerapannya tidak memberi keadilan bagi masyarakat.

Hal itu disampaikannya dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri 2021 di Istana Negara, Jakarta, yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Senin, 15 Februari 2021.

"Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, UU ITE ini," kata Jokowi.***

Editor: Rika Fitrisa

Tags

Terkini

Terpopuler