Cara Baru Penindakan Pelanggar UU ITE, Polisi Virtual Akan Beri Peringatan Lewat DM

25 Februari 2021, 13:23 WIB
Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol Slamet Uliandi menegaskan bahwa akan ada penindakan virtual jika ada pelanggara ITE. /Antara

PR BEKASI - Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol Slamet Uliandi pada Rabu, 24 Februari 2021 menjelaskan aturan main baru dalam menindak para terduga pelanggar UU ITE.

Pemberian peringatan secara virtual telah mulai dijalankan oleh pihak kepolisian sebagai bagian dari sistem kerja Virtual Police untuk mengedepankan upaya restorative justice.

Upaya restorative justice atau upaya menciptakan keadilan bagi pelaku dan korban atau upaya mencari titik keseimbangan salah satunya dengan memberikan peringatan melalui pesan kepada akun pemilik konten yang diduga melanggar hukum.

Sebelum memberi peringatan secara virtual, terlebih dahulu akan meminta pendapat ahli pidana, ahli bahasa, maupun ahli ITE.

Baca Juga: Kecam Tindakan Oknum TNI-Polri Jual Senjata ke KKB di Papua, HNW: Harus Sanksi Tegas Agar Tak Diulangi!

Baca Juga: Cek Fakta: Salat Jumat Dikabarkan Telah Dilarang oleh Gus Yaqut Setelah Suratnya Ditandatangani, Ini Faktanya

Baca Juga: Kirim 25 Juta Makser Gratis: Gedung Putih: Target 1.300 Pusat Kesehatan dan 60.000 Dapur Umum

Dengan cara itu maka pemberian peringatan virtual akan menjadi objektif, tidak lagi subjektif dari penyidik Polri.

Dikatakan oleh Slamet Uliandi bahwa penindakan terhadap pelanggar UU ITE akan menjadi bagian terakhir, pihaknya kini akan mengedepankan upaya restorative justice, mulai dari memberikan edukasi, peringatan virtual hingga penegakkan hukum.

"Tahapan-tahapan strategi yang dilakukan melalui beberapa proses. Pertama, edukasi, kemudian peringatan virtual, setelah dilakukan peringatan virtual, kami lakukan mediasi, restorative justice," kata Slamet Uliandi.

"Setelah restorative justice, baru laporan polisi. Sehingga tidak semua pelanggaran atau penyimpangan di ruang siber dilakukan upaya penegakkan hukum, melainkan mengedepankan upaya mediasi dan restorative justice sehingga tercipta ruang siber yang bersih, sehat, beretika dan produktif," sambung Slamet Uliandi seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Kamis, 25 Februari 2021.

Baca Juga: Retno Marsudi Temui Menlu Myanmar di Bangkok, Bahas Penyelesaian Gejolak Politik Myanmar

Beberapa hal yang bisa diselesaikan dengan restorative justice seperti pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan.

Untuk hal-hal tersebut maka pelaku tidak ditahan karena restorative justice mengedepankan keadilan dan keseimbangan antara pelaku dan korbannya.

Dikatakan Slamet Uliandi, bahwa pengkritik pemerintah juga tidak akan ditindak jika kritik tersebut disampaikan secara santun dan berada. Penindakan akan dilakukan jika kritik tersebut dibumbui ujaran kebencian dan hoaks.

"Kritik itu sah-sah saja, namun ujaran kebencian, fitnah dan kebohongan itu yang tidak baik," kata Slamet Uliandi.

Baca Juga: Siap Arungi Moto2 2021, Pertamina Mandalika SAG Team Resmi Luncurkan Motor

Hingga kini pihak kepolisian mengaku telah memberi peringatan sebanyak 12 kali peringatan virtual kepada akun media sosial.

Dikatakan oleh Slamet Uliandi, setiap hari Dittipidsiber melakukan patroli siber untuk mengawasi konten terindikasi menghasut atau menyebar hoaks.

"24 Februari 2021, dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual police kepada akun medsos. Kami sudah mulai jalan," kata Slamet Uliandi.

Bentuk peringatan virtual ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo bernomor: SE/2/11/2021 Tentang Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler