Soroti Kisruh Partai Demokrat, Pengamat: Negara Tak Boleh Tersandera Agenda Politik Pribadi

12 Maret 2021, 22:00 WIB
Kader dan Pengurus DPC Partai Demokrat Soloraya melakukan aksi turun ke jalan menolak hasil KLB Deli Serdang, Sumatra Utara, Rabu, 10 Maret 2021. /ANTARA/Mohammad Ayudha

PR BEKASI - Pengamat Politik Ubedilah Badrun menyoroti polemik Partai Demokrat yang sudah menyita perhatian publik selama hampir 40 hari usai Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengumumkan adanya Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).

Ubedilah Badrun mengingatkan agar negara tidak boleh tersandera oleh agenda politik pribadi, seperti pada polemik Partai Demokrat belakangan ini.

Ubedilah Badrun menilai, pernyataan pemerintah yang akan menggunakan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres V 2020 untuk menilai hasil KLB ilegal adalah isyarat bahwa pemerintah tak tertarik melakukan manuver politik.

Baca Juga: Moeldoko 'Hilang' Pasca KLB, Syahrial Nasution: AHY Tampil di Garis Depan, Dia Sembunyi di Balik Bayangan

Baca Juga: Akui Bohong Belum Daftarkan Hasil KLB ke Kemenkumham, Jhoni Allen: Kami Memang Sedikit Lengah

Baca Juga: Jhoni Allen Akui Belum Daftarkan Hasil KLB, Ossy Dermawan: Kebohongan demi Kebohongan Mulai Diperlihatkan

"Jadi, isyarat kuat pemerintah tidak tertarik untuk melakukan manuver politik yang berisiko tinggi," kata Ubedilah Badrun, Jumat, 12 Maret 2021, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Namun menurutnya, jika pemerintah memutuskan untuk mengesahkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB), justru akan sangat berisiko.

Apalagi menurutnya, pada saat kondisi bangsa seperti sekarang ini, pemerintah berpotensi tersandera fokusnya akibat gejolak politik yang bisa muncul.

"Terlalu berisiko jika pada saat krisis seperti ini pemerintah mengesahkan KLB Partai Demokrat, apa pun alasannya. Potensi gejolak politiknya terlalu besar," ujar Ubedilah Badrun.

Baca Juga: Minta Moeldoko Mundur, Rachland Nashidik: Bahkan Ibu Megawati Tak Akan Setuju Ambil Alih Paksa Partai Demokrat

Apalagi dia pun melihat bagaimana AHY dengan cepat dan kompak melakukan konsolidasi DPD, DPC, dan para anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD se-Indonesia, sementara para mantan kader pelaku KLB tampak jelas tidak punya massa yang riil.

"Pemerintah berpotensi menimbulkan turbulensi politik yang tidak perlu, namun magnitudonya besar. Sehingga mengganggu fokus penyelesaian pandemi serta mengatasi krisis ekonomi," ucap Ubedilah Badrun.

Ubedilah Badrun lantas mengingatkan pemerintah bahwa kini masyarakat lelah dan gelisah soal kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Jika persoalan ini terus berlarut akibat fokus pemerintah pecah, ada potensi akan lebih sulit mengendalikan kegelisahan masyarakat.

Baca Juga: Ungkap Kekecewaan Pada SBY, Ruhut Sitompul: Saya Paling Sayang Sama AHY, Tapi Dia Malah Dikorbankan

Sementara itu, Pendiri LSM Lingkar Madani Ray Rangkuti mengingatkan bahwa pencaplokan Partai Demokrat bukanlah termasuk agenda pemerintah.

"Ini jelas agenda pribadi Kepala KSP Moeldoko meskipun saya bertanya-tanya kenapa dibiarkan," kata Ray Rangkuti.

Ray Rangkuti menilai, tidak menguntungkan bagi pemerintah untuk mengesahkan KLB Partai Demokrat yang berisiko menimbulkan gejolak politik.

"Padahal, ini tidak lebih dari ambisi pribadi salah satu pembantu Presiden," ujar Ray Rangkuti.

Baca Juga: Minta Pemerintah Segera Bebaskan HRS, Fadli Zon: Kasusnya Sarat Muatan Politik Ketimbang Penegakan Hukum

Ray Rangkuti lantas menduga bahwa Moeldoko salah kalkulasi, karena terbuai oleh janji-janji manis makelar-makelar politik yang membujuknya.

"Orang seperti Pak Moeldoko sudah terlalu terbiasa bekerja pada tataran strategis sehingga luput atau tidak sempat mengecek pelaksanaannya di lapangan," ucapnya.

"Inilah yang jadi ladang subur bagi para makelar politik untuk mengumbar janji guna mencari pendanaan, lalu membuat laporan asal bapak senang," tutur Ray Rangkuti.***

Editor: Rika Fitrisa

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler