Kisah Mama di Papua Barat, jadi Petani Tradisional untuk Hidupi Lima Anak dan Berharap Ada Pasar di Daerahnya

16 Maret 2021, 12:04 WIB
Petani tradisional Mama Belandina. /PORTAL PAPUA/Elvis Romario /

PR BEKASI – Di era modern saat ini, tentunya tidak sedikit dari para Petani yang bercocok tanam dengan menggunakan Pestisida atau pupuk buatan sebagai media untuk mencukupi kebutuhan tanaman agar berproduksi lebih baik.

Hal itu dilakukan di sebagian besar di beberapa wilayah Indonesia, namun berbeda dengan mayoritas Petani yang berada di wilayah Fef, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat.

Di wilayah tersebut, konon katanya sebagian besar Petani masih menggunakan cara tradisional dalam memelihara kebun mereka.

Meskipun begitu, apabila ditekuni dengan baik maka hasil dari berkebun dengan cara tradisional itu bisa mencukupi kehidupan mereka walaupun hasilnya tidak seberapa.

Baca Juga: Jokowi Tak Niat Jabat Presiden 3 Periode, Benny Harman: Ingat Soekarno jadi Presiden Seumur Hidup

Baca Juga: Demokrat Kubu KLB Gagal Daftar ke Kemenkumham, Andi Arief: Tragis, Kudeta Gagal dan Memalukan di Depan Publik

Baca Juga: Ajak Kaum Laki-laki, Nadiem Makarim: Harus Bisa Menentang dan Mencegah Budaya Buruk Meremehkan Kaum Perempuan

Penghasilan yang pas-pasan itu pun dirasakan oleh Ibu dengan lima anak yang bernama Mama Belandina Iba (41), di warga Kampung Akses, Distrik Akses, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat.

Menurutnya, ia hanya mengandalkan tenaganya untuk menjadi Petani tradisional agar bisa menghidupi anak-anaknya karena diketahui Mama Belandia saat ini sudah menjadi janda.

Lebih lanjut, Mama Belandina mengatakan bahwa dalam merawat kebun yang masih menggunakan cara tradisional itu ia hanya mengandalkan kesuburan tanah dari kebunnya dengan tekun menggembur tanah.

Adapun tanaman yang ia rawat bersama anak-anaknya itu adalah sayuran-mayur, singkong, keladi, kasbi, dan petatas.

Baca Juga: Tegaskan UUD 1945 Telah Atur Batas Masa Jabatan Presiden Dua periode, Jokowi: Mari Kita Patuhi Bersama

"Jadi saya buat kebun dibantu sama anak-anak. Mereka bantu buka kebun, tebang pohon, baru saya yang bersihkan, bakar lalu tanam" kata Mama Belandina saat diwawancara oleh Portal Papua pada Selasa, 16 Maret 2021 sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com.

Ungkapan dari Mama Belandina itu pun kemudian dibenarkan oleh anaknya yang bernama Valentinus Iba.

"Iya benar sekali, saya biasa bantu mama buka kebun. Saya yang biasa rintis hutan, tebang pohong, bersihkan ranting-ranting pohon lalu kasi tinggal sampai kering. Baru setelah itu, mama bakar dan bersihkan lalu mulai tanam," tutur Valentinus Iba.

Namun, sangat disayangkan dengan semangat Mama Belandina untuk mencukupi kehidupan anak-anaknya itu kerap kali mendapat hambatan lantaran hasil yang dipanen dari kebunnya itu terkadang tidak laku terjual.

Hal itu menurutnya karena banyaknya pesaing lokal dengan hasil kebun yang sama namun tidak bisa diimbangi dengan daya jual pembeli yang sangat sedikit.

Baca Juga: Ketua DPRD Jakarta Sebut Kasus Lahan Rumah DP Rp0 Tanggungjawab Anies Baswedan, Begini Tanggapan Riza Patria

"Saya jual hasil kebun, tapi biasa tidak laku semua. Banyak yang jual hasil kebun yang sama, baru orang yang beli sangat sedikit sekali. Makanya, saya punya sayur banyak yang layu dan terbuang percuma," tutur Mama Belandina.

Oleh karena itu, ia berharap kepada Pemerintah setempat agar segera membuat infrastruktur seperti membangun pasar permanen.

Karena menurutnya, hingga kini masyarakat di sana hanya bisa menjual hasil kebun mereka ke pondok-pondok kecil.

"Saya harap dan mohon kepada Pemerintah Kabupaten Tambrauw supaya bisa perhatikan kami masyarakat kecil ini.Tolong pemerintah bantu kami bibit sayuran dan buatkan kami pasar supaya kami punya tempat untuk jualan yang layak," ujarnya.***

Artikel ini sebelumnya pernah tayang di Portalpapua.pikiran-rakyat.com berjudul "Sosok Mama Blandina, Bertani Tradisional Demi Hidup dan Sekolah Anak"

 
Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Portal Papua

Tags

Terkini

Terpopuler