Soroti Wacana Presiden 3 Periode, Pakar Hukum: Tak Perlu Ditanggapi Serius Para Pemangku Kepentingan

26 Maret 2021, 06:16 WIB
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Johanes Tuba Helan. /Bernadus Tokan/ANTARA

PR BEKASI - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Johanes Tuba Helan turut angkat bicara terkait isu masa jabatan presiden tiga periode.

Johanes Tuba Helan menilai, wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode tidak perlu ditanggapi secara serius oleh para pemangku kepentingan.

Pasalnya, Johanes Tuba Helan meyakini bahwa semua pihak, dari level masyarakat sampai para pejabat akan tunduk pada aturan konstitusi.

"Memang hak orang menyampaikan pendapat terkait wacana ini, tetapi tidak perlu ditanggapi serius para pemangku kepentingan. Karena kita semua dari level masyarakat sampai ke para pejabat atau elite politik tunduk pada aturan konstitusi," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Jumat, 26 Maret 2021.

Baca Juga: Desak KPK Usut Tuntas Korupsi Hambalang, Razman Arif: Demokrat Hancur Dimulai dari Hambalang

Baca Juga: Sebut Tri Rismarini Sering Menangis Hingga Badannya Kurus Usai Jadi Mensos, Megawati: Dia Itu Makan Hati

Baca Juga: Ramai Isu Presiden 3 Periode, Ahmad Syaikhu: Jangan Jadi Presiden, Tapi Jadilah Kepala Desa!

Johanes Tuba Helan menuturkan, konstitusi negara sudah mengatur dengan jelas bahwa presiden dan wakil presiden menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Artinya, seorang presiden atau wakil presiden hanya boleh menjabat paling banyak selama dua periode atau 10 tahun.

Menurutnya, aturan konstitusi tersebut sudah tepat dalam sebuah negara demokrasi, karena kekuasaan yang tidak dibatasi selalu memiliki kecenderungan untuk korup.

"Konstitusi Indonesia telah membatasi kekuasaan itu, sehingga tidak perlu ada gagasan untuk menambah masa jabatan kepala negara, apalagi sampai dipolemikkan berbagai pihak," kata Johanes Tuba Helan.

Baca Juga: Sebut SBY dan AHY Otoriter Selama Pimpin Demokrat, Muhammad Rahmad: Ini Bencana yang Luar Biasa Bagi Demokrasi

Johanes Tuba Helan mengatakan, perubahan masa jabatan presiden bisa terjadi melalui amendemen UUD 1945, tetapi tidak bisa mengamendemen konstitusi hanya untuk secara khusus mengganti masa jabatan presiden.

"Usia amendemen konstitusi kita baru 19 tahun, lalu mau diamendemen lagi, tentu itu tidak bagus, tidak memberikan kepastian hukum," ujar Johanes Tuba Helan.

Lebih lanjut, Johanes Tuba Helan mengatakan, jika wacana presiden tiga periode digulirkan oleh sejumlah pihak, hanya karena kinerja Presiden Joko Widodo dinilai bagus, itu bukanlah alasan yang tepat untuk mengubah konstitusi.

Baca Juga: Minta KPK Bertindak, Max Sopacua: Ada Kader Demokrat yang Tak Tersentuh Hukum Usai Nikmati Korupsi Hambalang

"Kalau kinerja Presiden Joko Widodo saat ini dinilai bagus maka harus menjabat lagi, lalu bagaimana jika ada presiden-presiden selanjutnya korup, apakah konstitusi akan diamendemen lagi?," ujar Johanes Tuba Helan.

Menurutnya, konstitusi UUD 1945 telah mengatur hal-hal prinsip atau pokok yang perubahannya tidak boleh dilakukan secara cepat.

Oleh karena itu, Johanes Tuba Helan meminta para pemangku kepentingan untuk tidak menanggapi serius isu presiden tiga periode, karena hanya menyita waktu dan tenaga yang semestinya difokuskan untuk hal-hal lain yang lebih mendesak bagi kemajuan bangsa dan negara.***

Editor: Rika Fitrisa

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler