Marak Kerajaan-kerajaan Halu, MAKN: Potret Orang Tak Mampu Eksis, Ubah Orientasi Jadi Raja dan Ratu

13 September 2020, 19:34 WIB
Ketua Harian Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) Eddy Wirabumi. /RRI

PR BEKASI - Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia sempat dihebohkan dengan munculnya sejumlah kerajaan baru di wilayah Indonesia.

Misalnya kemunculan Keraton Agung Sejagad di Purworejo Jawa Tengah, Sunda Empire di Jawa Barat, ada pula kelompok King of the King di Bandung, dan Kerajaan Ubur-ubur di Banten.

Bukan hanya itu, sebelumnya di tahun 1997 pun muncul Kerajaan Tuhan "Lia Eden" di Jakarta Pusat, yang telah divonis 2 tahun 6 bulan penjara karena terbukti bersalah telah melakukan penistaan agama.

Baca Juga: Amankan 7 Pelaku, Polisi Ungkap Peredaran Narkoba Dalam Lapas

Lalu di tahun 2008 muncul kelompok Satria Piningit Weteng Buwono di Jakarta Selatan, yang telah dijatuhi hukuman 2.5 tahun penjara karena kasus penistaan agama.

Kini, di saat belum usai kasus Keraton Agung Sejagad dan sebangsanya, muncul lagi Paguyuban Tunggal Rahayu di Cisewu, Kabupaten Garut.

Parahnya lagi, kelompok tersebut mengubah lambang negara Garuda Pancasila dan mencetak uang sendiri untuk komunitasnya.

Paguyuban di Cisewu ini dipimpin oleh Mister Sutarman, yang mengaku sebagai Profesor Dr. Ir. H. Cakraningrat SH.

Baca Juga: PSBB Kembali Diperketat, 25 Tempat Wisata di Jakarta Tutup Pintu Lagi

Paguyuban Tunggal Rahayu mengklaim mempunyai 13.000 anggota yang tersebar di 34 provinsi wilayah Indonesia.

Dengan semakin maraknya kemunculan-kemunculan kerajaan atau kelompok paguyuban tersebut, Ketua Harian Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) Eddy Wirabumi menilai, kondisi tersebut dipicu persoalan ekonomi dan sosial.

"Di saat orang tidak mampu eksis di masa kini, apalagi masa depan, maka akan berorientasi di masa lalu," kata Eddy Wirabumi, Minggu, 13 September 2020, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI.

Menurut Eddy, di saat iming-iming masa depan tidak didapatkan, maka akan kembali ke masa lampau dengan melakukan tipu-tipu hingga mengaku-ngaku raja.

Baca Juga: Unggah Karakter Doraemon, Demokrat: Wajar Komunikasi Istana Buruk, Jubir Malah Jadi Tukang Sindir

Bahkan, sasaran modus penipuan tersebut adalah masyarakat strata bawah, yang tidak jauh beda seperti paham radikalisme.  

"Mohon maaf paham radikal pun tumbuh di masyarakat secara bagi pendidikan, ekonomi, sosial, yang tidak beruntung itu rentan sekali kemasukan paham radikalis," tutur Eddy.

Menurutnya, persoalan ini menuntut respons negara melalui pihak terkait untuk memberi pemahaman yang utuh tentang keraton dulu seperti apa. 

"Keraton dulu seperti apa, ke depan seperti gimana kan jelas. Kita MAKN disepakati dalam kerangka NKRI. Kalau ada kerajaan yang berdiri di dalam negara pasti akan tersingkir," ujar Eddy.

Baca Juga: Jangan Main-main Saat PSBB Total Besok, 5 Hal Ini Akan Ditegakkan Anies Baswedan

Eddy mengungkapkan, yang perlu diwaspadai juga kerajaan asli yang ada jejak sejarahnya, namun dinaungi oleh kelompok-kelompok yang menyalahgunakan.

Eddy berharap, masyarakat awam lebih jeli dan tidak mudah percaya iming-iming yang menyesatkan.

"Keberadaan MAKN (Majelis Adat Kerajaan Nusantara) untuk mewadahi masyarakat adat dan sebagai penghubung komunikasi dengan pemerintah. Agar arah kebijakan pembangunan bidang kebudayaan ekonomi serta sosial jelas," kata Eddy Wirabumi.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler