Firli Bahuri Diberi Sanksi Ringan, Dewas KPK: Tidak Ditemukan Adanya Gratifikasi Helikopter

24 September 2020, 15:36 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri. /ANTARA/Benardi Ferdiansyah/

PR BEKASI – Mengenai penggunaan helikopter oleh Ketua KPK Firli Bahuri saat perjalanan di Baturaja, Palembang hingga tiba di Jakarta, tidak ditemukan adanya dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon.

Melalui konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 24 September 2020, Dewan Pengawas (Dewas) KPK melalui Tumpak Hatorangan Panggabean selaku ketua Dewas KPK, menyatakan bahwa pihak penyedia telah memberikan keterangan yang jelas mengenai hal tersebut.

"Semua yang disampaiakan sudah diperiksa, dalam klarifikasi tidak ditemukan adanya pembuktian tentang pertemuan antara yang bersangkutan dengan seseorang dari pihak penyedia jasa penerbangan," tuturnya, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: Zayn Malik Resmi Jadi Ayah Setelah Buah Hatinya dari Gigi Hadid Baru Saja Lahir

"Pun pihak penyedia, sudah memberikan keterangan yang jelas bahwa semua itu tidak ada pemberian diskon atau fasilitas yang diberikan, termasuk diskon," katanya.

Dalam sidang tersebut, Dewas KPK memutuskan bahwa Ketua KPK Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik dan djatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II.

Hal itu karena Firli menggunakan helikopter bersama dengan istri serta dua anaknya untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja, dan Baturaja ke Palembang, Sumatra Selatan pada Sabtu, 20 Juni 2020, dan perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020.

Baca Juga: Jangan Bandel! Sekarang Warga Jabodetabek Bisa Laporkan Pelanggar Protokol Covid-19 secara Daring

"Dari itulah fakta, dan juga karena Dewas mempunyai keterbatasan-keterbatasan karena berbeda bila ini dilakukan di tahap penyelidikan dan penyidikan. Sementara Dewas hanya membahas atau mengadili berhubungan pedoman perilaku, itulah yang disebut insan KPK harus memposisikan diri bahwa dia adalah insan KPK," tutur Tumpak.

Dalam pertimbangan majelis etik Dewas, disebutkan bahwa bukan Firli yang menginisiasi penyewaan helikopter tersebut, tetapi dia hanya menyampaikan informasi soal helikopter.

"Tidak ada perintah langsung ke Kevin (ajudan Firli) terkait penyewaan heli, tapi secara implisit terperiksa minta Kevin untuk mencari informasi. Maka Kevin selaku ajudan pun mencarikan informasi tersebut," ujarnya.

Baca Juga: Kemendagri Tegaskan Tak Boleh Ada Kerumunan Saat Pengundian Nomor Urut Paslon Pilkada 2020

Kevin pun mengatakan terdapat helikopter yang disewakan PT Air Pasifik Utama dengan sewa Rp7 juta per jam.

"Lalu terperiksa menyampaikan 'coba cek betul harga sewanya berapa dan berapa lama penerbangan sampai ke sana?' setelah itu Kevin mengatakan lebih cepat durasi waktu perjalanan dari Palembang ke Baturaja dibandung hanya menggunakan mobil yang butuh waktu lebih kurang 5 jam," katanya.

Namun, menurut Firli tidak diketahui apakah uang sewa sebesar Rp7 juta/jam adalah diskon atau bukan.

Baca Juga: Tiga Mahasiswa Kedokteran Gigi UB Berhasil Ciptakan Obat Kanker Mulut dari Kemangi

"Terperiksa mengaku peggunaan helikopter itu bukanlah menunjukkan kesombongan atau 'life style', bukan bertujuan tidak menunjukkan gaya hidup terperiksa yang berlebih-lebihan,” ungkap Artidjo.

"Beda cerita kalau seminggu sekali sewa pesawat dan makan di restoran mewah, dan itu tidak pernah dilakukan terperiksa," ucapnya menambahan.

Artidjo juga membacakan keterangan Firli yang menilai bahwa tidak ada hal yang dilanggar dengan menggunakan helikopter tersebut, dan Firli tidak mengetahui di mana salahnya.

Baca Juga: Aplikasi Pelacak Covid-19 Resmi Diluncurkan di Inggris

“Tidak pernah berpikir oleh terperiksa, naik helikopter akan ada yang banyak menyoroti dan ternyata banyak yang menyoroti. Namun, hal itu tidak merugikan kelembagaan KPK, namun terperiksa mohon maaf kepada majelis," tuturnya.

Firli pun diberi sanksi ringan berupa teguran tertulis II, yaitu agar dia tidak mengulangi perbuatannya dan agar sebagai ketua KPK senantiasa menjaga sikap serta perilaku dengan menaati larangan serta kewajiban yang diatur dalam Kode Etik dan pedoman perilaku KPK.

Dalam Pasal 10 ayat 2 huruf c, disebutkan bahwa teguran tertulis II masa berlaku hukuman adalah selama 6 bulan.

Baca Juga: Penting! Simak Aturan Baru dari KPU untuk Debat Publik Pilkada 2020 Mendatang

Lalu pada pasal 12 ayat 1 disebutkan bahwa insan Komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat, tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam, maupun di luar negeri.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler