Omnibus Law Tuai Penolakan, Ahmad Syaikhu: Presiden Harus Dengar Suara Buruh dan Masyarakat

7 Oktober 2020, 11:29 WIB
Anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu. /Dok. DPR

PR BEKASI – Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu.

Fraksi yang menyetuji RUU Omnibus Law dilaporkan terdapat 6 fraksi atau sekitar 69.79 persen. Fraksi tersebut yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, dan PAN.

Sementara itu, fraksi yang menolak dilaporkan hanya sebanyak 2 fraksi atau setara 15.98 persen. Fraksi yang menolak RUU Omnibus Law adalah PKS dan Demokrat.

Baca Juga: 11 Pejabat Gedung Putih Positif Covid-19, Diduga Terjangkit Saat Acara Debat Presiden Selasa Kemarin

Berdasarkan situs resmi PKS, sikap PKS menyatakan konsisten sejak awal untuk menolak RUU ini. Menurut PKS, RUU ini sangat merugikan rakyat banyak.

Presiden baru PKS periode 2020-2025, Ahmad Syaikhu, meminta Presiden Joko Widodo mendengarkan aspirasi buruh dan masyarakat sipil terkait penolakan yang luas terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker).

Syaikhu meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu, kemudian mencabut UU Ciptaker.

Baca Juga: Klaster Pendidikan Tak Jadi Dicabut dari UU Ciptaker, Ketua Komisi X DPR: Saya Kaget dan Kecewa

Permintaan itu disampaikan Syaikhu setelah melihat aksi demonstrasi buruh dan masyarakat sipil yang menolak UU Ciptaker pada Selasa, 6 Oktober 2020 kemarin.

"Presiden Jokowi harus mendengar suara buruh dan masyarakat. Terbitkan Perppu. Cabut UU Ciptaker. Sebab buruh dan masyarakat menolak keberadaannya," kata Ahmad Syaikhu, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dalam akun Instagram-nya.

Menurut Syaikhu, aksi unjuk rasa buruh dan koalisi masyarakat sipil ini sangat bisa dipahami sebab kandungan UU Ciptaker baik secara materil dan formil dianggap banyak cacat dan merugikan masyarakat.

Baca Juga: Omnibus Law Disahkan, ITUC: Berpotensi Menaikkan Tarif Listrik

"Aksi buruh dan koalisi masyarakat sipil sangat bisa dipahami. UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita," tutur Syaikhu.

UU Ciptaker, tambah Syaikhu, memuat substansi pengaturan yang tidak adil bagi nasib Pekerja/buruh Indonesia dan lebih memihak kepada kepentingan pemodal dan investor.

"Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon," ujar Syaikhu.

Baca Juga: Sebut Donald Trump 'Presiden yang Rasis', Michelle Obama: Strateginya Memecah Belah

Syaikhu menilai UU Ciptaker ini bukan hanya cacat secara materi atau substansi, tetapi juga cacat secara formil atau prosesnya.

"UU ini lahir dari proses yang tidak demokratis dan tidak transparan! Sangat besar peluang terjadinya penyelewengan! Kami tegas menolak dari awal hingga saat pengesahan," kata Anggota Komisi V DPR RI itu.

Syaikhu berharap bahwa pemerintah bisa mengakomodir aspirasi buruh dan koalisi sipil masyarakat.

Baca Juga: Ridwan Kamil Minta Klaster Industri di Kabupaten Bekasi Dikontrol Penuh

"Presiden @jokowi bisa keluarkan Perppu jika memang benar benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaulatan ekonomi." tutur Syaikhu.***

Editor: Ikbal Tawakal

Tags

Terkini

Terpopuler