Tanggapi Mosi Tidak Percaya, TB Hasanuddin: Seperti 'Jaka Sembung Naik Ojek, Enggak Nyambung Jek'

15 Oktober 2020, 11:25 WIB
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin /,*/Foto : Oji/Man

PR BEKASI – Disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu, menuai pro dan kontrak terkait beberapa pasal yang tertuang di dalamnya.

Aksi unjuk rasa lantas terus berdatangan dari berbagai lapisan masyarakat, di antaranya aliansi buruh dan mahasiswa di berbagai daerah.

Bahkan, "Mosi Tidak Percaya" kepada pemerintah menjadi salah satu slogan saat demonstrasi di lapangan atau Kampanye (tagar) di media sosial.

Baca Juga: ShopeePay Day Digelar Kamis 15 Oktober, Hadirkan Solusi Belanja Hemat Sambut Shopee 11.11 Big Sale

Terkait hal itu, Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menilai, jargon "Mosi Tidak Percaya" yang diserukan demonstran dalam aksi menolak Omnibus seperti ungkapan "Jaka Sembung Naik Ojek, Enggak Nyambung Jek".

"Ini (Mosi Tidak Percaya) seperti ungkapan 'Jaka Sembung Naik Ojek, Enggak Nyambung Jek'. Mosi tidak percaya ini berlaku di negara dengan sistem pemerintahan parlementer, sedangkan Indonesia menganut sistem presidensial," kata Hasanuddin, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, Kamis, 15 Oktober 2020.

Politikus dari Fraksi PDI Perjuangan itu menegaskan, kalimat "Mosi Tidak Percaya" yang disuarakan demonstran juga tidak dapat melengserkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga: Tawarkan Beragam Kategori, Zoom Luncurkan Layanan Dua Paket Berbayar OnZoom

Sebab, kata dia, sistem presidensial memiliki mekanisme yang berbeda dari sistem parlementer jikalau memang ingin melengserkan presiden.

"Tidak mudah menurunkan presiden pilihan rakyat. Proses pemakzulan presiden cukup sulit. Jadi kita-kita tidak kenal sistem parlementer,” katanya.

Tagar "Mosi Tidak Percaya" yang digaungkan di media sosial Sempat menjadi trending topik di Twitter.

Baca Juga: Jam Operasional Baru, Mulai Hari Ini KRL Layani Penumpang hingga Pukul 10 Malam

Hal tersebut diketahui, sebagai bentuk protes dan penolakan masyarakat terhadap pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dinilai hanya menguntungkan pihak pengusaha saja.

Selain itu, sebagaian masyarakat menilai bahwa cara DPR dalam memutuskan Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah kurang tepat.

Sehingga, kemudian dilakukan demonstrasi oleh masyarakat dari erbagai kalangan termasuk buruh dan mahasiswa di sejumlah wilayah di Indonesia.

Baca Juga: Kampanyekan CHSE di Sektor Wisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Luncurkan Progam 'We Love Bali'

Demonstrasi tersebut berakhir dengan kerusuhan yang berimbas pada pengrusakan fasilitas umum.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler