Omnibus Law Berpotensi Untungkan Nelayan Asing dan Rugikan Nelayan Kecil Indonesia

20 Oktober 2020, 16:57 WIB
Seorang nelayan perempuan di Jawa Timur memakai masker selama pandemi COVID-19. /Mongbay Indonesia/

PR BEKASI – Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Omnibus Law yang disahkan oleh DPR RI pada 5 Oktober 2020, menuai kontroversi dan dianggap bisa merugikan banyak pihak.

Media asing, salah satunya Mongabay Indonesia. Sebagai sebuah media yang menerbitkan berita tentang lingkungan juga menyoroti hal ini dan melakukan peninjauan serta wawancara terhadap salah satu nelayan kecil di Indonesia, Sulaiman.

"Dengan diberlakukannya Undang-Undang Penciptaan Kerja di Indonesia, nelayan kecil dan tradisional akan menjadi yang pertama kalah (dirugikan)," ucap Sulaiman, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Mongabay pada Selasa, 20 Oktober 2020.

Baca Juga: Setahun Jokowi Ma’ruf, KSP Luncurkan Laporan Bertajuk 'Bangkit untuk Indonesia Maju

Sulaiman merasa takut dengan keputusan yang bisa mengubah hidupnya dan 800 ribu nelayan kecil lainnya di seluruh Indonesia.

Sebelum Omnibus Law disahkan, nelayan kecil didefinisikan oleh negara sebagai mereka yang memiliki kapal berukuran kurang dari 10 gross tonnage (GT).

Hal ini berdampak pada beberapa keuntungan yang diperoleh nelayan berupa izin beroperasi tanpa izin formal, pendaftaran gratis dalam program perawatan kesehatan nasional, akses untuk alat tangkap, dan subsidi bahan bakar.

Baca Juga: Tempuh Dua Skema Paralel, Pemerintah Sediakan Vaksin Covid-19 Jangka Pendek hingga Jangka Panjang

Akan tetapi, dengan disahkannya Omnibus Law, definisi nelayan kecil ini telah dihapuskan, sehingga bagi Sulaiman dan teman-temannya menilai bahwa tunjangan dan subsidi yang disalurkan pada nelayan artisanal (skala kecil) yang miskin saat ini terbuka untuk semua, termasuk untuk armada besar.

Pihak Mongabay mengakui telah meninjau perubahan yang ada dalam UU Cipta Kerja dan membandingkannya dengan hukum yang ada dan berkonsultasi dengan ahli hukum, perikanan, dan lingkungan.

Semua pihak yang diajak berkonsultasi setuju bahwa UU Ciptaker ini akan merugikan nelayan kecil dan tradisional serta bisa membuka jalan untuk penangkapan ikan berlebihan di perairan Indonesia yang dilakukan oleh armada penangkap ikan asing dan akan membuat mereka mendapat keuntungan lebih banyak.

Baca Juga: Jika Gunakan Rumus Herd Immunity, Menristek Sebut 180 Juta Orang Perlu Diberi Vaksin Covid-19

Para ahli juga menyatakan bahwa UU Ciptaker mengancam degradasi ekosistem pesisir dan laut Indonesia demi pembangunan infrastruktur dan pariwisata.

Sulaiman, seorang lulusan SMP yang saat ini berusia 38 tahun sudah menjadi nelayan sejak 1998 dengan bekal kemampuan yang diajarkan orangtuanya. Sulaiman tinggal di Pulau Pari, bagian dari kumpulan pulau di lepas pantai Jakarta.

Sulaiman menangkap ikan tuna makarel setiap hari dan menjualnya ke pasar lokal. Nelayan kecil dan tradisional seperti Sulaiman saat ini menguasai sebagian besar armada penangkapan ikan Indonesia.

Baca Juga: Antisipasi Keterlambatan, Berikut Daftar Kereta Api Stasiun Gambir yang Berhenti di Jatinegara

Sebanyak 650 ribu perahu gabungan di nusantara dioperasikan oleh nelayan kecil dan tradisional, namun tetap saja mereka termasuk ke dalam salah satu profesi termiskin di negeri ini.

"Hanya sedikit yang menyuarakan kepentingan nelayan kecil. Sedangkan kami menangkap ikan yang memberi makan para pekerja dan buruh," ucap Sulaiman.

Berdasarkan Omnibus Law, nelayan kecil tidak lagi ditentukan oleh ukuran kapalnya, sehingga para ahli mengatakan ini bermasalah karena nelayan dengan perahu yang lebih besar dan lebih banyak modal bisa mengklaim dirinya sebagai nelayan kecil agar mendapat manfaat yang diberikan pada nelayan kecil.

Baca Juga: Jelang Libur Panjang, BNPB Beri Tips Antisipasi Penularan COVID-19 di Tempat Wisata

"Definisi nelayan kecil sangat penting karena terkait dengan pengecualian untuk beberapa persyaratan dan hukuman, serta pemberian insentif dan fasilitas dari pemerintah," ucap Stephanie Juwana, Pendiri dan Direktur Keterlibatan Internasional dan Reformasi Kebijakan di think tank Indonesia Ocean Justice and Initiative (IOJI).

Penghilangan definisi nelayan kecil yang sebelumnya dilihat dari ukuran kapal ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi nelayan kecil yang sebenarnya.

Pada November 2014 Indonesia memberlakukan larangan kapal-kapal asing di perairan Indonesia akibat penangkapan yang berlebihan dan menurunkan stok ikan di laut Indonesia.

Baca Juga: Perkuat Unggahan Jerinx SID, Saksi Korban Prosedur Rapid Test Covid-19 Hadir di Persidangan

Omnibus Law akan mengizinkan nelayan asing kembali dengan perysaratan operasi yang lebih ringan bahkan daripada sebelum adanya larangan tahun 2014.

"Dibukanya kembali akses penangkapan ikan oleh kapal asing di wilayah perairan Indonesia dapat memperburuk stok ikan karena beberapa daerah penangkapan ikan di Indonesia masih dieksploitasi secara berlebihan," kata Stephanie.

IOJI menyatakan bahwa perikanan Indonesia telah lama didominasi oleh perusahaan besar yang didanai investor asing dan kapal penangkap ikan asing cenderung dikaitkan dengan kejahatan lain seperti perdagangan manusia, perbudakan di laut, dan penyiripan hiu.

Baca Juga: Aksi Nekat Pasien Covid-19 Loncat dari Ambulans ke Arah Massa Aksi Demo UU Cipta Kerja

"IOJI menekankan bahwa memberikan konsesi atau izin kepada kapal penangkap ikan asing di perairan teritorial adalah kebijakan yang keliru," tutur Stephanie.

IOJI pun mengungkapkan bahwa Omnibus Law meniadakan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnasjiskan) yang ditugaskan untuk memastikan kelestarian hasil tangkapan berdasar kajian ilmiah.

"Rekomendasi dari komunitas ilmiah independen sangat penting untuk mengontrol kewenangan-kewenangan menteri (perikanan) dalam posisinya sebagai politisi yang diangkat," ucap Stephanie.

Baca Juga: Pemberian Upah Pekerja di Bidang Baru, Pengamat: UU Ciptaker Solusi Dongkrak Produktivitas Kerja

Upaya Indonesia untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di sektor perikanan akan terhenti tanpa adanya badan tersebut.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Mongbay Indonesia

Tags

Terkini

Terpopuler