Inisiatif Pangdam Jaya Berlebihan, Rocky Gerung: Akhirnya Spekulasi Masyarakat Mengarah ke Istana

21 November 2020, 15:04 WIB
Rocky Gerung memberikan tanggapan terkait penurunan baliho Habib Rizieq Shihab atas perintah Pangdam Jaya. /Tangkapan Layar YouTube.com/Rocky Gerung Official

 

PR BEKASI - Pengamat Politik Rocky Gerung turut memberi tanggapan terkait aksi penurunan paksa baliho bergambar Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab oleh Anggota TNI atas perintah Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman.

Rocky Gerung menilai bahwa tindakan Pangdam Jaya tersebut terkesan berlebihan.

"Menurut saya itu satu inisiatif yang berlebihan dari Pangdam. Memang Pangdam mungkin merasa terganggu dengan ucapan-ucapan atau peristiwa yang terjadi di Petamburan, tetapi itu peristiwa politik," kata Rocky Gerung, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Rocky Gerung Official, Sabtu, 21 November 2020.

Baca Juga: Prancis Berulah Lagi! Orang Tua yang Marah Jika Guru Tunjukkan Karitakur Nabi Akan Dipidana

Dirinya lalu menjelaskan bahwa sejak reformasi, TNI tidak diperbolehkan lagi masuk ke ranah politik.

"Dan sejak reformasi, TNI sudah berucap janji pada pemerintahan sipil, dan tidak boleh masuk ke dalam wilayah yang sifatnya politis," ujar Rocky Gerung.

Menurutnya, hal itulah yang membuat saat ini banyak masyarakat sipil, terutama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengingatkan kembali bahwa kalau ada kejadian TNI masuk dalam politik, itu artinya Indonesia mundur 22 tahun.

Baca Juga: Fadli Zon Desak Copot Pangdam Jaya, Politisi PDIP: Masih Digaji Uang Negara Malah Bela Perusuh

"Jadi saya menganggap apapun alasannya, itu seharusnya TNI bisa diperbantukan untuk menurunkan baliho-baliho itu, kalau Satpol PP gak bisa manjat dan gak punya cara untuk menurunkan," kata Rocky Gerung.

Rocky Gerung pun menilai bahwa pekerjaan menurunkan baliho, apalagi sampai memanjat, itu kurang mulia untuk TNI.

"Tapi kalau berseragam militer manjat ke situ (baliho), itu kurang mulia sebetulnya, karena nanti orang menganggap bahwa tugas TNI adalah menurunkan baliho," kata Rocky Gerung.

Baca Juga: Setuju dengan Acara Maulid di Petamburan, Nusron Wahid: Tapi Ada Pidato-pidato yang Tak Diperlukan

Meski demikian, Rocky Gerung mengaku bahwa dirinya memahami apa yang dirasakan oleh Pangdam.

"Tapi psikologi Pangdam bisa kita pahami. Dia tegas dalam urusan yang menyangkut kedaulatan dan lain sebagainya. Dari segi itu orang setuju saja. Tapi momen semacam ini, bukan momen yang tepat untuk gelar pasukan. Jadi komunikasi publiknya kurang tepat dilakukan oleh TNI," tutur Rocky Gerung.

Dia pun berpendapat bahwa tindakan TNI itu justru akan menimbulkan spekulasi dari masyarakat bahwa perintah penurunan baliho itu berasal dari Istana Negara.

Baca Juga: FPI Diusulkan Bubar oleh Pangdam Jaya, Refly Harun: Waduh, Mayjen Dudung Terlalu Jauh Melangkah

"Tentu akhirnya analisa pergi ke Istana. Karena kan aturan dalam TNI, kalau ada kegiatan yang non militer, itu harus berdasarkan perintah Istana. Jadi orang mulai menganalisa, apakah Pangdam membaca sinyal dari istana atau memang memperoleh instruksi dari istana," tutur Rocky Gerung.

Sehingga menurutnya, nantinya pemerintah harus menerangkan kepada publik terkait peristiwa itu, agar publik tidak menafsirkan sendiri terkait penurunan baliho itu.

"Karena baliho itu ekspresi politik. Kalau misalnya Habib Rizieq mengujarkan ujaran yang dianggap tidak pantas, maka laporkan secara hukum. Karena baliho itu tafsirnya macam-macam, nanti semua baliho yang bersaluran di Jakarta dan seluruh Indonesia akan diturunkan dengan alasan yang sama. Kan gak bener," tutur Rocky Gerung.

Baca Juga: 33 Warga Tambora Jakarta Barat Terjaring Operasi Tertib Masker, Ada yang KTP-nya Disita

Oleh karena itu, menurutnya, kita harus mencari fakta hukum dari penurunan baliho itu. Apakah karena wajah Habib Rizieq, karena tulisan di baliho, atau balihonya yang dianggap sebagai gangguan terhadap ketertiban.

"Di dalam situasi sekarang, di mana suhu politiknya tinggi, satu tindakan yang sedikit dianggap berlebihan akan dikaitkan dengan kepentingan Istana. Nah itu bahayanya dan buruk bagi demokrasi, kalau publik menduga-duga keadaan itu," kata Rocky Gerung. 

"Apalagi, kalau dikaitkan dengan pergantian Kapolda, lalu publik juga menganalisa apakah Pangdam akan diganti. Itu kan semuanya menimbulkan interpretasi sekaligus kontroversi," katanya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler