Sekjen Kiara: Klaim Edhy Prabowo yang Atasnamakan Kesejahteraan Nelayan Lobster Terbantahkan

- 26 November 2020, 19:09 WIB
Seorang nelayan di Teluk Ekas mengangkat lobster.
Seorang nelayan di Teluk Ekas mengangkat lobster. /@kkpgoid/Instagram

PR BEKASI - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kasus korupsi ekspor benih lobster yang melibatkan Edhy Prabowo serta pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lainnya.

Hal tersebut disampaikan Sekjen Kiara Susan Herawati. Bahkan, ia berharap para pelaku dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia.

"KPK harus mengusut tuntas korupsi ini sampai ke akar-akarnya. Seluruh jaringan yang terlibat perlu dibongkar dan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia," tuturnya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com, Kamis, 26 November 2020.

Baca Juga: Edhy Prabowo Diciduk KPK, Surat Ekspor Benih Lobster Disetop Sementara

Susan mengatakan, masyarakat Indonesia terkejut dengan penangkapan Edhy Prabowo oleh KPK di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu, 25 November 2020 dinihari, sepulang dari Amerika Serikat.

Selain itu, ia menilai ada banyak hal yang tidak transparan dan akuntabel dalam kebijakan ekspor benih bening lobster.

"Banyak hal yang tidak transparan dan akuntabel dalam kebijakan ekspor benih bening lobster ini," ucapnya.

Baca Juga: Populasinya Terancam, Gajah Lapar di Sri Lanka Kabur dari Hutan hingga Masuki TPA dan Makan Plastik

Lebih lanjut, kata dia, ada hal yang penting lluput diperhatikan terkait ekspor benih lobster, salah satunya yaitu tidak adanya kajian ilmiah yang melibatkan Komisi Pengkajian Sumber Daya Ikan dalam penerbitan Peraturan Menteri KP No. 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan.

Bahkan, lanjut dia, pembahasannya cenderung tertutup serta tidak melibatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster.

"Penetapan kebijakan ekspor benih lobster tidak mempertimbangkan kondisi sumber daya ikan Indonesia yang existing. Pada statusnya pada tahun 2017 dinyatakan dalam kondisi fully exploited dan over exploited," ujar Susan Herawati.

Baca Juga: Benarkah Meniup Makanan Saat Masih Panas Dilarang Rasulullah SAW? Begini Pemahamannya

Menurutnya, penetapan ekspor benur sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri KP No. 12 Tahun 2020 yang diikuti oleh penetapan puluhan perusahaan ekspor benih lobster yang terafiliasi kepada sejumlah partai politik, hanya menempatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster sebagai objek pelengkap semata.

Ia mengingatkan, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) bahkan menyebut terdapat banyak potensi kecurangan dalam mekanisme ekspor benih lobster tersebut. Bahkan, izin ekspor benih lobster itu dinilai ORI bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia.

"Ada kriteria yang tidak jelas dalam penetapan perusahaan ekspor benih lobster yang dilakukan oleh KKP," katanya.

Baca Juga: Bela Luhut yang Ditunjuk Jadi Menteri KKP, Ruhut Sitompul: Jangan Ngebacot dan Nyinyir

"Keterlibatan sejumlah nama politisi partai politik di balik perusahaan ekspor benih lobster membantah klaim Menteri Edhy yang selalu mengatasnamakan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan lobster, yang akan meningkat jika pintu ekspor benih lobster dibuka luas," sambungnya.

Selain itu, ujar dia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia telah menemukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam bisnis ekspor benih lobster di Indonesia.

Salah satu temuan penting KPPU adalah pintu ekspor dari Indonesia ke luar negeri hanya dilakukan melalui Bandara Soekarno Hatta, padahal mayoritas pelaku lobster berasal dari Nusa Tenggara Barat dan Sumatera.

Baca Juga: Indonesia Tidak Termasuk, UEA Setop Penerbitan Visa Baru bagi 13 Negara Berpenduduk Mayoritas Muslim

Berdasarkan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan enam bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri, yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Internasional Lombok, Bandara Kualanamu Medan dan Bandara Hasanuddin Makassar.

"Temuan KPPU membuktikan kerusakan tata kelola lobster di level hilir. Buktinya, ada pihak-pihak yang hendak mencari keuntungan dengan sengaja melakukan konsentrasi pengiriman benih lobster ke luar negeri hanya melalui Bandara Soekarno Hatta. Ini jelas dilakukan by design dan melibatkan pemain besar," tuturnya.

Ia juga menilai bahwa KKP tidak memiliki peta jalan yang menyeluruh dan komprehensif dalam membangun kekuatan ekonomi perikanan (lobster) berbasis nelayan di Indonesia dalam jangka panjang.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x