"Hukuman mati ini sering muncul dalam dua kondisi. Pertama, slogan. Ya untuk tunjukan seolah-olah komitmen berantas korupsi. Padahal belum ada koruptor dihukum mati. Kalau narkotika banyak. Apakah efektif? Kedua, karena kemarahan dengan pejabat yang korup, yang rasanya kok ga berkurang. Sisanya, dalam perdebatan," kata Febri Diansyah.
Baca Juga: Segera Mengundurkan Diri dari Jabatannya, Mensos Juliari: Saya Ikuti Dulu Prosesnya, Mohon Doanya
Dia pun mengimbau, sebelum menerapkan hukuman mati untuk tersangka korupsi, ada baiknya mencari terlebih dahulu salah satu negara yang berhasil memberantas korupsi dengan cara hukuman mati.
Pasalnya, pemerintah juga perlu melihat dari sudut pandang kerugian masyarakat sebagai korban korupsi.
"Menjelang Hari Antikorupsi sedunia, coba cari, negara mana yg berhasil berantas korupsi dengan hukuman mati? Belum lagi jika kita lihat sudut pandang kerugian masyarakat sebagai korban korupsi," kata Febri Diansyah.
Baca Juga: Yang Dinanti Telah Tiba, 1,2 Juta Vaksin Covid-19 Sinovac Baru Saja Tiba di Indonesia
Oleh karena itu, menurutnya, ancaman maksimal penjara seumur hidup, sudah cukup tepat untuk digunakan oleh KPK dalam kasus korupsi Kemensos tersebut.
"Pasal Suap dan 12i yang digunakan KPK dalam OTT Kemensos kemarin cukup tepat. Ancaman maks seumur hidup," kata Febri Diansyah.
Dia pun mengingatkan bahwa ada banyak ruang investigasi jika pemerintah ingin tetap menggunakan Pasal 2 dalam kasus korupsi dana bansos Covid-19, dan itu pun perlu audit investigatif yang menyeluruh.
Baca Juga: Sang Istri Positif Covid-19, Sandiaga Uno dan Keluarga Akan Segera Lakukan Tes Swab