Anggota DPR Sebut Hoaks dan Propaganda di Medsos Dapat Memecah Belah Bangsa

- 17 Desember 2020, 09:34 WIB
Ilustrasi hoaks di media sosial.
Ilustrasi hoaks di media sosial. /Pixabay

PR BEKASI - Informasi hoaks dan propaganda atau ujaran kebencian masih ditemui di media sosial yang bahkan menyinggung SARA.

Sebelumnya, sebagai salah satu contoh, hampir disetiap momentum politik ditemukan informasi berupa hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Hal tersebut bukan terjadi di Indonesia saja melainkan di sejumlah negara lainnya.

Untuk meredam kekacauan terkait informasi yang meresahkan tersebut, pemerintah di sejumlah negara sempat memblokir akses media sosial.

Baca Juga: Cek Fakta: Tunggakan Tahunan BPJS Kesehatan Dikabarkan Bisa Lunas dengan Bayar Iuran 6 Bulan

Diketahui bahwa salah satu akibat dari hal tersebut yakni ancaman terpecahbelahnya bangsa. Karena, melalui media sosial informasi apapun yang diunggah akan cepat tersebar.

Hal tersebut disampaikan oleh Anggota DPR RI, Misharti, ia juga menyebutkan bahwa hoaks dan propaganda yang menyebar di tengah masyarakat akan mengancam memecah belah bangsa.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa  beberapa hal yang tersebar melalui internet saat ini mengancam dan menyerang karakter serta persatuan bangsa, di antaranya adalah propaganda asing, intoleransi dan radikalisme.

Baca Juga: Wahidin 'Perang' dengan Ridwan Kamil Soal Kerumunan HRS, Refly Harun: Saling Salah Menyalahkan Ya

“Ada juga weaponization of social media, ‘tempur politik di media sosial'. Hoaks menjadi alat propaganda yang dimanfaatkan banyak pihak, menjadi permainan politik di berbagai negara, termasuk di Indonesia," kata Misharti, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara pada Kamis, 17 Desember 2020.

Selanjutnya, Ia memahami perkembangan dunia teknologi informasi yang sangat pesat memudahkan orang mendapat informasi dan menambah ilmu.

Namun pada sisi lain, sering pula disalahgunakan oleh segelintir orang untuk mencapai tujuannya.

Baca Juga: Resmi, PSSI Tunjuk Persija dan Bali United sebagai Perwakilan Indonesia di Piala AFC 2021

Kelompok kecil ini lanjutnya, memanfaatkan kebiasaan generasi muda Indonesia yang amat bergantung pada ponsel pintar dan koneksi internet.

Sebagai kebutuhan primer, para digital native itu menggunakan internet sebagai medium eksistensi diri seraya menambah pengetahuan akan berbagai isu yang sedang berkembang, termasuk isu keadilan dan sosial politik.

Menurutnya, situasi ini membuka peluang untuk menyusupkan nilai-nilai yang dapat memprovokasi dan memecah belah sesama anak bangsa melalui konten-konten hoaks dan ujaran kebencian.

Baca Juga: PNS di Venezuela Banyak yang Mangkir dan Mundur Karena Digaji Hanya Rp184 Ribu per Bulan

Secara tidak sadar, ia mengungkapkan bahwa generasi muda Indonesia sebagai kelompok pengguna aktif media sosial pun ikut terpengaruh.

Rata-rata anak muda terkoneksi dengan internet minimal empat jam sehari. Selain itu, kata dia saat ini orang juga hanya bisa terpisah tujuh menit dari gawainya

"Seharusnya, kemajuan teknologi serta kemudahan mendapat informasi memberi manfaat bagi masyarakat, untuk saling menguatkan. Inilah pentingnya literasi," kata dia.

Baca Juga: Cek Fakta: Menhan Prabowo Subianto Dikabarkan Akan Bebaskan Habib Rizieq, Simak Faktanya

Pengguna media sosial, kata dia, harus dapat memilah mana berita yang pantas untuk dikonsumsi dan mana yang tidak. Terlebih lagi, berita-berita hoaks tersebut berpotensi merusak tatanan kehidupan masyarakat dan negara.

"Untuk itu, saya minta pemerintah, dalam hal ini Kemenkominfo, bertindak tegas. Termasuk juga kepolisian harus bertindak cepat dan tegas. Bila perlu harus diusut tuntas siapa saja yang menyebarkan berita hoaks tersebut dan diberi hukuman untuk memberi efek jera," katanya.

Diketahui, sepanjang 2019 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informasi menemukan 3.801 hoaks. Mayoritas hoaks itu adalah terkait politik, yaitu mengenai calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta dan penyelenggara Pemilu.

Baca Juga: Ikuti Jejak Amerika dan Inggris, Eropa Juga Akan Segera Mengesahkan Vaksin Covid-19

Sementara itu, per 16 November 2020, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia yang berkolaborsi dengan cekfakta.com menemukan 2.024 hoaks beredar di Indonesia sejak awal tahun.

Setidaknya sepertiga dari jumlah tersebut adalah hoaks terkait pandemi Covid-19. Sementara isu lain yang kerap dijadikan tema hoaks adalah pilkada serentak 2020 dan UU Omnibus Law.

Peredaran hoaks sendiri umumnya terjadi di media sosial. Terbanyak ada di Facebook, kemudian platform lain seperti Twitter dan WhatsApp.

Baca Juga: Ingin Berkunjung ke Bali Selama Libur Natal dan Tahun Baru? Perhatikan Beberapa Syarat Ini

Pengemasannya yang mudah dicerna dan dibumbui kesan bombastis kerap membuat orang mudah mempercayai hoaks. Tak jarang, para pembuatnya menggunakan hoaks ini sebagai alat propaganda untuk memecah belah sesama anak bangsa.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah