Pakar Hukum Duga Pembubaran FPI karena Ahok Kalah, Refly Harun: Khawatir Kelompok Ini Terus Membesar

- 4 Januari 2021, 16:50 WIB
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai pembubaran FPI tak ada kaitannya dengan kekalahan Ahok.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai pembubaran FPI tak ada kaitannya dengan kekalahan Ahok. /YouTube Refly Harun

PR BEKASI - Pakar hukum pidana, Muhammad Taufiq menduga bahwa pembubaran Ormas Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah ada kaitannya dengan  kekalahan Basuki Tjahya Purnama atau biasa disapa  Ahok dalam Pilkada DKI 2017

Sebelumnya dalam video di sebuah kanal YouTube Bravos Radio Indonesia, Kamis, 31 Desember 2020, Taufiq menjelaskan, pembubaran tersebut menurutnya tidak melalui tahapan yang seharusnya.

“Yang namanya pembubaran itu yang sah karena kita ini menganut hukum positif itu harus lewat proses pengadilan, tidak ada membubarkan sebuah Ormas itu tanpa pengadilan,” ucap Taufiq terhadap pembubaran FPI dalam video tersebut.

Baca Juga: Kevin Sanjaya Positif Covid-19, Tim Bulu Tangkis Indonesia Tetap Berangkat ke Bangkok

Kemudian, ia juga menilai bahwa pembubaran itu kasusnya sama seperti pembubaran HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dan juga ada kaitannya dengan kekalahan Ahok dalam pilakada DKI 2017 lalu.

“Saya  tidak tahu itu kontraknya apa, kaitannya dengan pilkada DKI Yang pasti penutupan HTI dan sekarang Front Pembela Islam (FPI) itu masih terkait erat dengan kekalahan Ahok di dalam proses pilkada DKI,” lanjut Taufiq.

Terkait dugaan Muhammad Taufiq tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun memberi tanggapannya kepada rekan sesama bidangnya tersebut.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari video di kanal YouTube Refly Harun, Senin, 4 Januari 2021, dalam video tersebut Refly Harun menjelaskan tentang organisasi dan pembagian legalitasnya.

Baca Juga: 3 Bansos Resmi Dikucurkan Pemerintah pada 2021, Ini Nominal dan Jadwal Pencairannya

“Apakah kutipannya benar atau tidak kita lihat ya karena sepertinya ada bagian-bagian yang tidak lengkap. Organisasi masyarakat itu terbagi menjadi dua, yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan hukum," ucapnya.

"Yang berbadan hukum itu dia mendaftarkannya ke Kementerian Hukum HAM untuk mendapatkan status badan hukum, apakah itu perkumpulan apakah itu yayasan," sambung Refly Harun.

"Tapi kalau dia tidak berbadan hukum maka  ada dua juga, ada yang terdaftar dengan surat Kementerian Dalam Negeri, ada yang tidak mendaftarkan atau tidak perlu mendaftar mungkin ia menganggap demikian,” kata Refly Harun dalam video yang diunggahnya pada Minggu, 3 Januari 2020.

Ia melanjutkan, hal tersebut yang menjadi dasar untuk pembubaran ormas atau organisasi sehingga tidak bisa langsung dibubarkan oleh pemerintah.

Baca Juga: Perpendek Jarak Tempuh, KA Walahar Kembali Dioperasikan Setelah Sempat Vakum

“Itulah sebabnya bahwa perkumpulan atau Ormas itu tidak digantungkan pada kondisi apakah dia terdaftar atau tidak. Jadi memang tidak tepat ketika dikatakan bahwa secara de jure bahwa yang namanya HTI itu bubar per 21 Juni 2019, tepat hari kelahiran presiden Jokowi atau hari kematian bung karno," kata Refly Harun.

"Karena ia tidak diperpanjang SKT (Surat Keterangan Terdaftar)-nya, padahal kalau dia tidak diperpanjang SKT  nya, maka ia menjadi perkumpulan atau Ormas yang tidak berbadan hukum dan tidak terdaftar," ucapnya.

"Jadi Ormas seperti itu sah, kecuali mereka membubarkan diri sendiri sebagaimana masuk di dalam hukum perjanjian, jadi kalau dia punya hukum perjanjian bahwa dia bisa membubarkan Ormas dirinya sendiri, selain dirinya sendiri yang  bisa membubarkannya, yang bisa melarangnya intinya adalah putusan pengadilan,” ujar Refly Harun.

Kemudian ia juga menjelaskan dan telah ia utarakan juga dalam video sebelumnya, jadi yang dilakukan oleh pemerintah sebenarnya hanya bisa mengontrol dari sisi hukum administrasinya saja.

Baca Juga: Sudah Rilis! Ada 23 Tanggal Merah, Simak Jadwal Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021

Namun Refly Harun menilai larangan aktivitas dari sebuah perkumpulan harusnya melalui putusan pengadilan yang sah.

Kemudian dalam poin kedua tanggapannya tersebut, Ia menjelaskan terkait sepak terjang dari FPI. Ia menjelaskan bahwa sejak 2016 ke atas, kondisi FPI bukan yang seperti sebelumnya.

Lanjutnya, ia mengatakan bahwa FPI memang turut berperan dalam kemenangan pasangan Anies-Sandi dalam memenangkan pilkada DKI Jakarta di 2017.

“FPI bersama HTI dan organisasi-Organisasi lainnya termasuk juga organisasi yang baru berdiri, GNPF ulama yang diinisiasi tentunya oleh ketua MUI pada waktu itu Makruf Amin dan dipimpin oleh Ustaz Bachtiar Nasir, adalah backbone dalam demonstrasi besar-besaran 411 dan 212 pada  tahun 2016 untuk memeperkarakan, Basuki Tjahaja Purnama alias ahok," kata Refly Harun.

Baca Juga: Banyak Masyarakat yang Anggap Remeh Pandemi, Paus Fransiskus: Mereka Tidak Memikirkan Orang Lain

"Apa pun namanya waktu itu, tapi motifnya adalah motif memperkarakan Basuki Tjahaja Purnama karena telah dianggap menghina, melakukan penghinaan ketika berpidato mengenai surah Al-Maidah. Sejak saat itu FPI muncul sebagai organisasi yang patut diperhitungkan. Organisasi yang ternyata bisa menjadi mesin pendorong bagi sebuah kelompok politik ,” ungkapnya.

Kemudian dengan keikutsertaan kelompok tersebut di Pilpres (Pemilihan Presiden) 2019 kemarin dan berpihak kepada Prabowo-Sandi yang merupakan oposisi dari Jokowi saat itu.

Refly Harin juga menjelaskan kelompok tersebut dikhawatirkan memiliki pengaruh juga ke depannya.

“Jadi saudaraku sekalian, kelompok ini dikhawatirkan terus membesar dalam politik Indonesia terutama untuk 2024,” ungkap Refly Harun.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah