"Sekolah milik negara di wilayah mayoritas muslim, tidak bisa namakan menghormati mayoritas lalu memaksa murid berjilbab. Sekolah di wilayah mayoritas non muslim, tidak boleh memaksa murid melepas jilbab," ucap Alissa Wahid.
Sepertinya Kemdikbud harus lebih kuat menegaskan bahwa ekosistem pendidikan milik Negara tidak memaksakan jilbab untuk murid non muslim & bahkan juga muslimah.
Sebaliknya, juga tidak boleh melarang penggunaan jilbab bagi yang menginginkannya.— Alissa Wahid (@AlissaWahid) January 22, 2021
Tidak hanya itu, Alissa Wahid juga mengungkap bahwa pemaksaan atau pelarangan jilbab terdapat ideologi mayoritarianisme dan ekslusivisme beragama.
"Jangan naif melihat pemaksaan/pelarangan jilbab di sekolah hanya urusan pakaian. Di balik itu ada trend penabalan ideologi mayoritarianisme dan ekslusivisme beragama," tutur Alissa Wahid.
Alissa Wahid menegaskan bahwa inti permasalahan tersebut terletak pada peraturan yang dibuat oleh sekolah dan pemerintah daerah.
Baca Juga: Momen Haru Pria Berseragam Berlutut di Dekat Makam Putra Joe Biden saat Hari Pelantikan Presiden AS
"Sekali lagi: saya melihat persoalannya ada di peraturan. Peraturannya diubah dulu," ujar Alissa Wahid.
Pada penutupnya, Alissa Wahid menyampaikan pesan untuk para petinggi sekolah dan pemerintah daerah yang bersangkutan agar melindungi hak pendidikan warga negara dengan tidak membuat aturan yang diskriminatif.
"Tapi, untuk sekolah negeri, harus selaras dengan cara pandang konstitusi dan pemenuhan hak warga negara atas pendidikan. Tidak boleh diskriminatif," kata Alissa Wahid.***