PR BEKASI - Putri sulung mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Alissa Wahid, turut menyoroti terkait pemaksaan aturan mengenakan jilbab bagi siswi non-Muslim di SMKN 2 Padang, Sumatra Barat.
Sebagai informasi, video yang menampilkan adanya pemaksaan mengenakan jilbab untuk siswi non Muslim tersebut viral di internet.
Menurut Alissa Wahid, adanya aturan mengenakan jilbab adalah salah kaprah para petinggi sekolah tersebut yang mendefinisikan demokrasi sebagai kehendak mayoritas.
"Banyak yang tidak paham, mas. Dikiranya, demokrasi = mayoritas berkuasa. Karena itu, kehendak atau kepentingan kelompok mayoritas yang digunakan dalam menyusun peraturan," tutur Alissa Wahid dalam akun Twitternya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Sabtu, 23 Januari 2021.
Banyak yang tidak paham, mas. Dikiranya,
DEMOKRASI = MAYORITAS BERKUASA.
Karena itu, kehendak/kepentingan kelp mayoritaslah yg digunakan dlm menyusun peraturan.
Tapii, dlm hidup bernegara, semua aturan harus selaras dgn konstitusi, tidak asal dibuat mengikuti mayoritas. https://t.co/7rHMkSIK0O— Alissa Wahid (@AlissaWahid) January 23, 2021
Salah kaprah petinggi sekolah tersebut, lanjut Alissa Wahid, akan menyebabkan adanya potensi aturan yang melanggar hak konstitusi warga.
"Para pengelola sekolah akan menggunakan tafsir yang berbeda-beda. Dan bila pengelola sekolahnya meyakini mayoritanisme sekaligus klaim kebenaran mutlak, maka ada potensi aturan pakaian yang melanggar hak konstitusi warga yang menjadi korban," kata Alissa Wahid.
Selain itu, Alissa Wahid juga menilai sekolah yang bersangkutan sebagai sekolah negeri tidak bisa membenarkan aturan pemaksaan jilbab atas dasar menghormati mayoritas.
Baca Juga: Lihat Ada Kegelapan dan Kepulan Asap, Peramal Asal Aceh Ramal Mbak You Meninggal di Tahun 2021
"Sekolah milik negara di wilayah mayoritas muslim, tidak bisa namakan menghormati mayoritas lalu memaksa murid berjilbab. Sekolah di wilayah mayoritas non muslim, tidak boleh memaksa murid melepas jilbab," ucap Alissa Wahid.
Sepertinya Kemdikbud harus lebih kuat menegaskan bahwa ekosistem pendidikan milik Negara tidak memaksakan jilbab untuk murid non muslim & bahkan juga muslimah.
Sebaliknya, juga tidak boleh melarang penggunaan jilbab bagi yang menginginkannya.— Alissa Wahid (@AlissaWahid) January 22, 2021
Tidak hanya itu, Alissa Wahid juga mengungkap bahwa pemaksaan atau pelarangan jilbab terdapat ideologi mayoritarianisme dan ekslusivisme beragama.
"Jangan naif melihat pemaksaan/pelarangan jilbab di sekolah hanya urusan pakaian. Di balik itu ada trend penabalan ideologi mayoritarianisme dan ekslusivisme beragama," tutur Alissa Wahid.
Alissa Wahid menegaskan bahwa inti permasalahan tersebut terletak pada peraturan yang dibuat oleh sekolah dan pemerintah daerah.
Baca Juga: Momen Haru Pria Berseragam Berlutut di Dekat Makam Putra Joe Biden saat Hari Pelantikan Presiden AS
"Sekali lagi: saya melihat persoalannya ada di peraturan. Peraturannya diubah dulu," ujar Alissa Wahid.
Pada penutupnya, Alissa Wahid menyampaikan pesan untuk para petinggi sekolah dan pemerintah daerah yang bersangkutan agar melindungi hak pendidikan warga negara dengan tidak membuat aturan yang diskriminatif.
"Tapi, untuk sekolah negeri, harus selaras dengan cara pandang konstitusi dan pemenuhan hak warga negara atas pendidikan. Tidak boleh diskriminatif," kata Alissa Wahid.***