"Ini bagian dari strategi Istana untuk menguji opini publik sampai mana bisa dimainkan. Ini pancingan kecil saja karena ini statusnya lampiran. Coba kalau menyangkut Omnibus Law, itu dia abaikan saja," ujar Rocky Gerung.
Rocky Gerung menyebut, yang menjadi akar masalah sesungguhnya adalah Omnibus Law, yang seharusnya dievaluasi atau bahkan dicabut oleh pemerintah.
"Padahal sebetulnya kebijakan awut-awutan ini disebabkan oleh Omnibus Law. Itu yang mestinya dievaluasi atau bahkan dibatalkan," ujar Rocky Gerung.
"Sampai sekarang itu digantung sebagai problem politik yang mesti diselesaikan presiden. Tapi tetap orang masih ingat ini Omnibus Law. Jadi presiden gagal membujuk publik supaya percaya," sambungnya.
Rocky Gerung lantas merasa kasihan pada Presiden Jokowi, yang menurutnya telah dipermainkan oleh oligarki, yang tetap menginginkan supaya Omnibus Law menghasilkan akumulasi secara cepat, karena merupakan investasi.
Saat disinggung terkait RUU HIP yang tiba-tiba muncul lagi dalam proglegnas, sehingga dikhawatirkan kebijakan investasi miras pun akan kembali muncul saat sudah dilupakan publik, Rocky Gerung menyebut bahwa ada 'presiden boneka'.
"Itu menunjukkan bahwa presiden memang boneka. Karena gak ada orang yang anggap apa yang diputuskan oleh presiden. Saya bilang presiden ya, bukan Pak Jokowi," kata Rocky Gerung.