PR BEKASI - Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, memberikan saran kepada Menteri bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD untuk dapat lebih tajam melihat situasi dari penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
"Demikianlah, saran saya prof @mohmahfudmd lebih tajam melihat situasi penegakan hukum dan keadilan di negeri ini," kata Fahri Hamzah, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Twitter pribadi @Fahrihamzah pada Sabtu, 20 Maret 2021.
Demikianlah, saran saya prof @mohmahfudmd lebih tajam melihat situasi penegakan hukum dan keadilan di negeri ini. Sebagai guru besar hukum yg mengkordinir sektor hukum, HAM dan Polkam ini, kita titipkan semuanya serta minitipkan doa keselamatan dan kemanan bagi beliau. Amin YRA.— #FahriHamzah2021 (@Fahrihamzah) March 20, 2021
Dia pun menambahkan, sebagai guru besar hukum dititipkan pada pundak Mahfud MD semua itu dan menyertakan doa keselamatan dan keamanan baginya.
"Sebagai guru besar hukum yg mengkoordinir sektor hukum, HAM dan Polkam ini, kita titipkan semuanya serta menitipkan doa keselamatan dan keamanan bagi beliau. Amin YRA," cuit Fahri Hamzah.
Cuitan dari Fahri Hamzah tersebut menanggapi pernyataan dari Mahfud MD yang menyatakan konstitusi boleh dilanggar untuk keselamatan rakyat.
Menurutnya, jika eksekutif ingin menerjemahkan sepihak konstitusi atau meninggalkannya atas nama keselamatan rakyat, maka eksekutif berada di ujung tanduk.
"Tapi yg kita sayangkan karena narasi ini bersumber dari kaum machiavellian, tujuan menghalalkan cara," tulisnya.
Dia mengaku sudah menonton secara utuh penjelasan yang diberikan Mahfud MD dan contoh yang dipakainya untuk menjelaskan prinsip 'Salus Populi Suprema Lex Esto' adalah revolusi dan bencana alam.
Dia menilai agak aneh, sebab pergantian kekuasaan di tengah jalan dijadikan contoh, misalnya kuliah.
Jika pernyataan Mahfud MD disampaikan di ruang kelas akan tetap bias. Dikatakannya sejak Cicero sampai kaum Machiavellian, selalu ada yang ingin 'memudahkan' pemimpin guna memanfaatkan alasan atas 'keselamatan rakyat' sebagai pelegalan tindakan sepihak eksekutif.
Fahri Hamzah menyebut itu sebagai penyakit, konstitusionalisme justru lahir dalam keadaan seperti ini.
"Kekuasaan yang sering cenderung dominan dan memanfaatkan keadaan darurat harus dibatasi dengan konstitusi, bahkan dalam zaman kerajaan. Dan lahirlah #MonarkiKonstitusional di Inggris sejak Magna Charta. Jadi jangan dibalik," cuitnya.
Baca Juga: Mendag Ingin Impor Beras di Tengah Panen Raya, Tsamara Amany: Kebijakan yang Sangat Merugikan
Maka dari itu, dia memaparkan, konstitusi adalah jaminan keselamatan rakyat dari kecenderungan kekuasaan absolut yang menyimpang.
Menurutnya, anggapan pemimpin akan selalu memiliki niat baik dan diperbolehkan melanggar hukum adalah hal yang ganjil dan dangkal.
Dari situlah ideologi fasis dimulai, dan dalam paham konstitusionalisme situasi darurat serta bencana harus diantisipasi oleh hukum.
Baca Juga: Hari Ini Asteroid 2001 FO32 Capai Jarak Terdekat dengan bumi, Ahli Beri Peringatan
Fahri Hamzah menyampaikan, konstitusi wajib membatasi adanya kemungkinan ekstensi kekuasaan eksekutif dengan melanggar hukum apapun keadaannya.
"Adapun terkait revolusi atau kehendak rakyat untuk menurunkan kekuasaan di tengah jalan (seperti contoh prof @mohmahfudmd) tidak termasuk peristiwa yang dapat dijadikan argumen “keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi". Revolusi tidak terkait keselamatan rakyat," kata Fahri Hamzah.***