Menurutnya, aturan konstitusi tersebut sudah tepat dalam sebuah negara demokrasi, karena kekuasaan yang tidak dibatasi selalu memiliki kecenderungan untuk korup.
"Konstitusi Indonesia telah membatasi kekuasaan itu, sehingga tidak perlu ada gagasan untuk menambah masa jabatan kepala negara, apalagi sampai dipolemikkan berbagai pihak," kata Johanes Tuba Helan.
Johanes Tuba Helan mengatakan, perubahan masa jabatan presiden bisa terjadi melalui amendemen UUD 1945, tetapi tidak bisa mengamendemen konstitusi hanya untuk secara khusus mengganti masa jabatan presiden.
"Usia amendemen konstitusi kita baru 19 tahun, lalu mau diamendemen lagi, tentu itu tidak bagus, tidak memberikan kepastian hukum," ujar Johanes Tuba Helan.
Lebih lanjut, Johanes Tuba Helan mengatakan, jika wacana presiden tiga periode digulirkan oleh sejumlah pihak, hanya karena kinerja Presiden Joko Widodo dinilai bagus, itu bukanlah alasan yang tepat untuk mengubah konstitusi.
"Kalau kinerja Presiden Joko Widodo saat ini dinilai bagus maka harus menjabat lagi, lalu bagaimana jika ada presiden-presiden selanjutnya korup, apakah konstitusi akan diamendemen lagi?," ujar Johanes Tuba Helan.
Menurutnya, konstitusi UUD 1945 telah mengatur hal-hal prinsip atau pokok yang perubahannya tidak boleh dilakukan secara cepat.
Oleh karena itu, Johanes Tuba Helan meminta para pemangku kepentingan untuk tidak menanggapi serius isu presiden tiga periode, karena hanya menyita waktu dan tenaga yang semestinya difokuskan untuk hal-hal lain yang lebih mendesak bagi kemajuan bangsa dan negara.***