Lebih lanjut, AHY menjelaskan bahwa berdasarkan konstitusi Partai Demokrat yakni AD/ART Tahun 2020 menyatakan bahwa untuk sahnya penyelenggaraan KLB harus atas permintaan paling tidak 2/3 Ketua DPD, dan 1/2 dari 514 Ketua DPC sebagai pemegang hak suara yang sah.
"Sementara faktanya, persyaratan tersebut sama sekali tidak dipenuhi. Lalu bagaimana mungkin KSP Moeldoko merasa KLB Deli Serdang itu sah dan legitimate, sehingga menerima dan mengklaim dirinya didaulat sebagai Ketua Umum," kata AHY.
"Padahal, kumpulan orang-orang yang hadir di Deli Serdang, tidak lebih dari gerombolan yang sedang melakukan perbuatan melawan hukum. Ini artinya KSP Moeldoko bohong lagi," sambungnya.
AHY lantas memperingatkan, agar Moeldoko jangan sampai memproduksi kebohongan-kebohongan baru ke depannya.
"Jangan sampai karena merasa terpojok oleh perbuatannya dan terperangkap kebohongan awal, kemudian ke depan KSP Moeldoko dan pengikut-pengikutnya memproduksi lagi kebohongan-kebohongan baru, menjadi mesin yang memproduksi hoaks dan adu domba," tutur AHY.
Menurutnya, apabila Moeldoko menyangkal kebohongannya, maka Moeldoko harus mengakui bahwa dirinya telah tertipu makelar politik.
"Di sisi lain jika KSP Moeldoko menyangkal kebohongan-kebohongannya itu, maka dia harus mengakui bahwa dia telah tertipu oleh makelar politik. Pertanyaanya, beranikah KSP Moeldoko mengakui pernah tertipu makelar politik?," ujar AHY.