"Dibuat cukup intinya, jangan sampai (pendapatan) kurang. Kalau kurang di situlah rongga (korupsi) paling besar," kata Gubernur Anies Baswedan, sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.
Kendati demikian, selain karena kebutuhan Anies Baswedan menyebut masih ada dua motif korupsi lainnya, yakni korupsi karena faktor keserakahan dan korupsi karena sistem yang terbangun.
Gubernur Jakarta itu mengatakan, untuk menghadapi korupsi yang berangkat dari keserakahan, tidak ada cara lain kecuali dengan hukuman berat disertai sanksi yang tegas tanpa pandang bulu.
"Karena keserakahan itu tidak ada ujungnya maka cara menghadapinya dengan hukuman yang berat," ucapnya.
Sedangkan, untuk korupsi berlangsung yang disebabkan oleh sistem, Anies Baswedan menilai diperlukan adanya pembenahan secara sistemik di internal pemerintahan setiap daerah.
Untuk mencegah korupsi model itu, Pemprov Jakarta telah menerapkan gerakan digitalisasi di semua level kegiatan pemerintahan mulai dari perencanaan, penganggaran, sampai pengadaan sehingga lebih transparan dan mudah dikontrol.
"Korupsi karena sistem ini bukan karena kebutuhan, bukan karena keserakahan tetapi karena proses yang dikerjakan dan kondisi yang dihadapi bisa membuat dirinya dinilai bahkan terjebak di dalam praktik korupsi," katanya.
Anies Baswedan juga mengakui meski kebutuhan telah dipenuhi, upaya pencegahan beserta sistem juga telah diperkuat, pemerintah daerah masih akan menghadapi tantangan karena kreativitas koruptor terus bermunculan untuk mencari celah.