PR BEKASI - Penyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Suharjito mendapatkan keringanan dari majelis hakim karena sejumlah hal.
Penyuap Edhy Prabowo tersebut divonis dua tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap Edhy Prabowo senilai Rp2,146 miliar.
Vonis tersebut ternyata lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Suharjito divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Majelis hakim pun menyebutkan sejumlah hal yang meringankan perbuatan Suharjito tersebut.
Salah satunya karena Suharjito gemar memberangkatkan karyawannya untuk melakukan ibadah umrah.
"Terdakwa setiap tahun peduli memberikan kesempatan sepuluh karyawan/karyawati beragama Islam untuk melakukan ibadah umrah. Sementara itu, bagi karyawan nonmuslim, berziarah ke tanah suci sesuai keyakinan dan agama yang dianut," kata kata ketua majelis hakim Albertus Usada.
Terdakwa juga, kata Usada, berjasa dalam membangun dua masjid dan rutin memberikan santunan kepada yatim piatu dan kaum dhuafa di Jabodetabek.
Baca Juga: Tak Seperti Tarawih, MUI Imbau Masyarakat Salat Idul Fitri di Rumah Lagi seperti Tahun Lalu
Kemudian, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari ANTARA, Sabtu, 23 April 2021, berikut adalah sejumlah hal lain yang meringankan vonis Suharjito:
- Terdakwa belum pernah dipidana
- Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga
- Terdakwa kooperatif dalam menjalani proses peradilan
- Terdakwa memberi keterangan secara berterus terang dalam persidangan
- Terdakwa menjadi gantungan hidup lebih dari 1.250 karyawan PT DPPP
Baca Juga: Gunung Merapi Diam-diam Kembali Muntahkan Awan Panas Guguran di Bulan Ramadhan Ini
Perlu diketahui, Suharjito terbukti melakukan perbuatan seperti dakwaan pertama dari Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Majelis hakim yang terdiri atas Albertus Usada, Suparman Nyompa, dan Ali Mukhtarom tersebut juga memberikan status pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator).
Dalam perkara ini, PT DPPP adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor produk pangan, antara lain benih bening lobster (BBL), daging ayam, daging sapi, dan daging ikan.
Pada tanggal 4 Mei 2020, Edhy Prabowo menerbitkan Peraturan Menteri KKP No 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah NKRI yang isinya, antara lain mengizinkan budidaya dan ekspor BBL.
Edhy Prabowo lalu membentuk tim uji teknis dengan ketua Andreau Misanta Pribadi dan Wakil Ketua Safri, keduanya adalah staf khusus Edhy Prabowo.
Suharjito kemudian menemui Edhy Prabowo di rumahnya, lalu Edhy memperkenalkan Safri selaku staf khusus Menteri KKP.
Suharjito selanjutnya berkoordinasi dengan Safri untuk mengurus izin budidaya dan ekspor benih lobster.
Untuk mendapatkan izin tersebut, PT DPPP harus memberikan uang komitmen kepada Edhy Prabowo melalui Safri sebesar Rp5 miliar yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Uang diberikan secara bertahap, yaitu pertama pada tanggal 16 Juni 2020 di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 77.000 dolar AS yang diserahkan Suharjito kepada Safri.
Safri lalu menyerahkan uang tersebut kepada sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, untuk disampaikan kepada Edhy Prabowo.***