"Seperti kita tahu di undang-undang tidak ada TWK, tetapi peralihan. Dan mereka tidak pernah menyebutkan ini lulus atau tidak lulus, tidak ada. TWK itu tidak dalam konteks lulus atau tidak lulus," ujar Saor Siagian.
"Nah yang berbahaya, ketika mereka dinyatakan tidak lulus TWK, mereka nonjob, tidak ada pekerjaan. Padahal pekerjaan ini kan teknis, mereka kompeten. Mengapa pekerjaan dicabut?," sambungnya.
Saor Siagian lantas kembali mempertanyakan apakah Presiden Jokowi memiliki dobel standar, yang mana sikap yang ditampilkannya di depan dan di belakang selalu berbeda.
"Itulah sebabnya kenapa dikatakan bahwa jangan sampai ada satu orang dirugikan, tapi Kepala BKN dan komisioner mengatakan sudah koordinasi presiden. Apakah dengan dengan demikian presiden dobel standar, di belakang beda tapi di panggung depan beda," tutur Saor Siagian.
Oleh karena itu, Saor Siagian meminta Presiden Jokowi untuk mengklarifikasi ucapannya soal alih status menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK.
"Itulah mengapa kenapa kawan-kawan termasuk saya tim kuasa hukum, meminta presiden mengklarifikasi, apa imbauan dari presiden ini? Kalau tidak, ini berbahaya bahwa Firli abuse of power atau dia seenak-enaknya menafsirkan undang-undang," kata Saor Siagian.
Saor Siagian juga melihat bahwa Sekjen KPK tidak dilibatkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepegawaian di KPK.
"Padahal dalam konteks di PP Nomor 17 Tahun 2006, kalau dia lembaga non departemen, yang berkaitan kepada pegawai bukan komisioner tapi Sekjen. Sekjen tidak pernah dilibatkan," kata Saor Siagian.