Sebut Upaya Berantas Korupsi Mati di Periode Jokowi, Bambang Widjojanto: KPK Sekarat, Koruptor Pesta Pora!

- 1 Juni 2021, 07:08 WIB
Bambang Widjojanto menilai, upaya pemberantasan korupsi mati di periode Jokowi, dan saat ini KPK sekarat dan para koruptor berpesta pora.
Bambang Widjojanto menilai, upaya pemberantasan korupsi mati di periode Jokowi, dan saat ini KPK sekarat dan para koruptor berpesta pora. /Tangkopan layar YouTube/tvOneNews

PR BEKASI - Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan bahwa KPK di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini sedang sekarat dan di tubir sakratulmaut.

Hal itu disampaikan Bambang Widjojanto saat menjadi narasumber di acara "Fakta" bertajuk "Pemecatan 51 Pegawai, Drama Pelemahan KPK?" pada Senin, 31 Mei 2021.

"Sinyalemen bahwa KPK sekarat, di tubir sakratulmaut, itu sekarang jadi faktual. Lembaganya masih ada, tapi marwahnya direbut dan dihancurkan, remuk dan luluh lantak," kata Bambang Widjojanto, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube tvOneNews, Selasa, 1 Juni 2021.

Baca Juga: UAH Ditantang Tunjukkan Bukti Transfer, Fahd Pahdepie: Tentu Bisa, Semua Sudah Sesuai Prosedur

Pasalnya, Bambang Widjojanto menilai bahwa 75 pegawai KPK yang kini menjadi 51 merupakan orang-orang yang sudah menunjukkan kualitasnya dalam memberantas korupsi.

"Sebagian besar orang-orang yang disingkirkan dari 75 kemudian sekarang menjadi 51, itu adalah orang-orang yang sudah menunjukkan kinerjanya, kualitas performanya," kata Bambang Widjojanto.

"Tapi dia dimatikan hak keperdataannya oleh sebuah tes yang namanya TWK (Tes Wawasan Kebangsaan), yang akuntabilitasnya itu dipersoalkan," sambungnya.

Baca Juga: Banyak Pihak Nyinyiri Donasi Palestina, Sherly Annvita: Maaf, Anda Itu Siapanya Penjajah?

Bambang Widjojanto juga menuturkan bahwa 75 pegawai KPK yang kini menjadi 51 itu adalah orang-orang yang bekerja sebagai Kasatgas, yang sebagian dari mereka sedang menangani kasus-kasus besar, yang menyangkut the ruling party atau partai penguasa.

"Kalau orang-orang ini disingkirkan, berarti ada problem, ada ideologi, jadi ada penyelundupan seolah-olah TWK ini adalah satu instrumen yang menjadi pemutus," kata Bambang Widjojanto.

"Kerja 14 tahun, 17 tahun, 23 tahun, itu seolah tidak ada, hanya dengan selembar kertas yang metodologinya itu masih dipersoalkan banyak kalangan," sambungnya.

Baca Juga: Desak UAH Tunjukkan Bukti Transfer, Husin Shihab: Jangan Manfaatkan Momentum Membantu untuk Memperkaya Diri

Bambang Widjojanto lantas menduga bahwa sepertinya orang-orang yang disingkirkan itu memang sudah ditarget dan kemudian TWK itu adalah instrumen untuk menjustifikasi target-target itu.

"Nah, sekarang pertanyaannya, kepentingannya ini hanya kepentingan yang diduga Ketua KPK dan Pimpinan KPK saja, atau juga dia bagian dari kepentingan lain yang lebih besar? Kita menduganya seperti itu," ujar Bambang Widjojanto.

Lebih lanjut, Bambang Widjojanto mengatakan bahwa pernyataan Presiden Jokowi yang sangat jelas soal 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK diabaikan begitu saja.

"Pernyataan presiden yang clear and crystal bahwa 75 ini seharusnya tidak bisa disingkirkan begitu saja, toh kemudian dilawan," ujar Bambang Widjojanto.

Baca Juga: Dukung UAH Tempuh Jalur Hukum, Hilmi Firdausi: Benar Kata Beliau, 'Jangan Ganggu Singa yang Berzikir!'

"Ini bukan sekadar insubordinasi (perlawanan), di Pasal 160 KUHP itu dijelaskan, orang yang melawan perintah atasan itu kriminal, harusnya Pimpinan KPK semuanya itu kriminal dan jadi tersangka semua itu," ujarnya.

Bambang Widjojanto lantas menuturkan bahwa dalam situasi sekarang ini, dia merasa kasihan karena kepercayaan publik pada kekuasaan semakin merosot, apalagi kepercayaan publik pada Pimpinan KPK itu hancur.

"Yang berpesta pora hari ini adalah koruptor karena KPK dilumpuhkan, dan diduga dilakukan oleh pimpinannya sendiri," ujarnya.

Baca Juga: Sebut Ustaz Adi Hidayat Terlalu Baper, Guntur Romli: Kalau Merasa Difitnah, Tunjukkan Saja Bukti Transfer

"Upaya pemberantasan korupsi yang 23 tahun hancur dalam waktu 1,5 tahun ini, biayanya terlalu mahal. Reformasi itu identik dengan upaya melakukan pemberantasan korupsi dan dia mati di periode kepemimpinan Pak Jokowi sebagai presiden," tutur Bambang Widjojanto.

Terakhir, Bambang Widjojanto mempertanyakan apakah Presiden Jokowi akan membiarkan pemerintahannya meninggalkan warisan seperti itu, karena masyrakat tentu tidak mau.

"Ini pertanyaannya, apakah Pak Jokowi akan meninggalkan legacy Itu? Kita semua tentu tidak mau, tapi ada fakta seperti ini," ujar Bambang Widjojanto.***

Editor: Rika Fitrisa

Sumber: YouTube tvOneNews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x