Kaget Yaqut Buat TWK untuk Penceramah Agama di Indonesia, Pakar: Ini Kok Jadi Mirip-mirip Negara Komunis?

- 2 Juni 2021, 18:55 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kiri) dan pakar perilaku sosial Arief Munandar (kanan). Pakar perilaku sosial, Arief Munandar pertanyakan jadi mirip negara komunis seiring kaget dengan Menag Yaqut Cholil Qoumas soal TWK.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kiri) dan pakar perilaku sosial Arief Munandar (kanan). Pakar perilaku sosial, Arief Munandar pertanyakan jadi mirip negara komunis seiring kaget dengan Menag Yaqut Cholil Qoumas soal TWK. /Kolase foto dari Instagram @gusyaqut dan @bangarief

 

PR BEKASI - Pakar perilaku sosial, Arief Munandar mengaku kaget saat Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan para penceramah agama di seluruh Indonesia.

Arief menyamakan sertifikasi tersebut dengan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan para pegawai KPK belakangan ini.

Hal tersebut disampaikan pakar perilaku sosial tersebut melalui kanal YouTube miliknya, 'Bang Arief' pada Rabu, 2 Juni 2021.

Dirinya sejak awal mengakui telah bersentimen buruk saat Menag Yaqut menyinggung wawasan kebangsaan tersebut.

Baca Juga: Ragukan Kompetensi Abdee Slank sebagai Komisaris Telkom, Arief Munandar: Ini Hadiah Usai Dukung Jokowi

"Secara pribadi terus terang gua sedang sensitif ya sama apapun yang berkaitan dengan TWK, pasti lu tau sebabnya," kata Arief sebagaimana dilansir Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Rabu, 2 Juni 2021.

Karena, menurutnya, TWK sudah berhasil mengacak-ngacak KPK sampai-sampai memakan korban sebanyak 75 pegawai lembaga antirasuah tersebut.

"Korbannya ada 75 pegawai KPK yang terancam dipecat, 51 sudah pasti dipecat, dan 24 nasibnya menggantung karena katanya masih akan dibina. Walaupun tidak ada kepastian bahwa mereka akan lulus," ungkapnya.

Bahkan hingga saat ini pun, kata Arief, pimpinan KPK sama sekali belum mengumumkan siapa saja yang masuk ke dalam klaster 51 orang tersebut.

Baca Juga: PDIP Ancam Singkirkan Ganjar Pranowo Jika Berani Melawan Megawati, Arief Munandar: Seru Juga Ini

Jadi gara-gara ini, tegas Arief, setiap kali mendengar istilah wawasan kebangsaan, dirinya menjadi sensitif.

"Nah ini ada lagi nih ide akan dilakukan sertifikasi, kalau ada sertifikasi kan bayangan gua nanti ada pendidikannya lalu ada tesnya. Kenapa gua peduli persoalan ini?," ujarnya.

"Ada beberapa hal, buat gua negara kita ini makin lama makin aneh, pada satu sisi negara kita mengatakan dengan jelas bahwa bukan negara agama," katanya, melanjutkan.

Kalau Indonesia dikatakan bukan sebagai negara agama, sambung Arief, maka tidak pada tempatnya jika pemerintah melalui Kementerian Agama kemudian masuk terlalu jauh pada hal-hal yang berkaitan dengan substansi, aktivitas, atau kegiatan umat beragama semacam itu.

Baca Juga: Kemensos Disebut Boros Rp581 Miliar, Arief Munandar ke Risma: Gak Perlu Blusukan Lagi, Urus yang Jelas Aja

"Gak pada tempatnya, gua bayangkan seharusnya hal-hal yang berkaitan tadi, substansi aktivitas dari umat beragama, termasuk pembinaan umat beragama. Seharusnya diserahkan sepenuhnya kepada majelis-majelis tinggi dari masing-masing agama," tuturnya.

Kalau Islam berarti kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), kalau Kristen kepada Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), katolik kepada Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Hindu kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan Budha kepada Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi).

"Jadi Pemerintah itu gak perlu masuk ke substansi. Bayangan gua Kementerian Agama di sebuah negara yang mengeklaim bukan negara agama (Indonesia) itu harusnya fokus aja mengurusi pelayanan-pelayanan kepada umat beragama," kata Arief.

Sehingga, sambung Arief, umat beragama bisa melakukan ibadahnya dengan baik. Maka dari itu dia berpendapat bahwa ini menjadi satu hal yang paradoks dan mengerikan.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Beri Sinyal ke Megawati, Arief Munandar: Bisa Jadi Sudah Deal di Bawah Meja dengan Jokowi

"Gua jadi ngeri ya dengan situasi seperti ini di mana ada gejala bahwa pemerintah lewat beberapa pintu ingin mengontrol cara berpikir rakyatnya," ujarnya.

Pakar tersebut berpendapat bahwa semakin ke sini, Indonesia justru semakin menyerupai negara komunis.

"Ini kok jadi mirip-mirip negara komunis gitu loh, iya kan? Di negara-negara otoriter, seperti Korea Utara dan China, itu pemerintah kan memang masuk sangat jauh ke dalam ranah privat dari masyarakatnya," ucapnya.

"Kemudian pemerintah berusaha dengan berbagai cara untuk mengontrol cara berpikir masyarakat," kata Arief menambahkan.

Baca Juga: Arief Munandar: yang Namanya Negara Zionis Israel Ini Memang Sama Sekali Tak Bisa Dipercaya

Hal tersebutlah, tegas Arief, yang dikhawatirkannya, bisa dibayangkan kalau misalnya penceramah agama sudah harus disertifikasi oleh pemerintah, dan diuji oleh pemerintah, termasuk dengan hal-hal yang berhubungan dengan ideologi negara. Bisa gawat menurutnya.

"Kebayang gak sih nanti ya, kalau kita kemudian datang dalam ceramah di masjid-masjid isinya akan relatif seragam gitu. Nanti akan susah dibedakan ini antara ceramah agama dengan kuliah Pancasila," tuturnya.

"Jadi ini yang gua khawatirkan, coba lu bayangin, misalnya orang-orang seperti Ustaz Adi Hidayat, Aa Gym, atau UAS masa iya mau disertifikasi. Gua ragu Menag bisa menang adu wawasan keagaman sama mereka," sambungannya.

Maka dari itu kesimpulannya adalah, kata Arief, dirinya sangat tidak setuju kalau pemerintah melalui Kementerian Agama masuk terlalu jauh dalam hal-hal yang berkaitan dengan substansi kehidupan beragama dari masing-masing umat beragama.

Karena, menurutnya, Kementerian Agama tidak punya kompetensi semacam itu dan harus diserahkan ke majelis-majelis tinggi dari masing-masing agama.***

Editor: Rinrin Rindawati


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah