PR BEKASI - Per 1 November 2021 kemarin pemerintah telah membuat aturan baru terkait tes polymerase chain reaction (PCR) yang tidak lagi menjadi syarat wajib melakukan perjalanan jalur udara.
Aturan terkait tes PCR tidak lagi jadi syarat wajib pengguna pesawat itu itu berlaku bagi para penumpang pesawat yang berada di Pulau Bali.
Aturan yang terus-menerus berubah itu pun mendapat tanggapan dari Analis Kebijakan Publik, Said Didu.
Baca Juga: Kemenhub Tetapkan Perjalanan Darat 250 Km Wajib PCR atau Antigen, dr. Tirta: Apa Korelasinya?
Said Didu menduga ada faktor yang tidak dipertimbangkan dengan baik sehingga aturan pemerintah terkait syarat wajib dan harga PCR terus berubah.
"Kenapa kebijakan ini tidak konsisten? Berarti ada variabel yang tidak dipertimbangkan dengan baik, sehingga berubah," kata Said Didu.
Hal itu diungkapkan Said Didu dalam acara 'Rakyat Bingung:Maju Mundur Aturan PCR', di YouTube tvOneNews, Selasa, 2 November 2021 seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Pikiran-Rakyat.com.
Baca Juga: Tes PCR Jadi Syarat Wajib Naik Pesawat, Sherly Annavita: Kental Unsur Bisnis?
Dengan begitu Said Didu mempertanyakan apakah masyarakat yang menjadi korban kebijakan meminta uangnya kembali?
"Berapa puluh ribu orang tes PCR hari ini, tahu-tahu dibatalkan. Bolehkan mereka minta uangnya kembali? Ini korban kebijakan," ucap Said Didu menambahkan.
Tak hanya itu, Said Didu juga menduga bahwa ada oknum dari pemerintah yang ingin berbisnis dengan rakyat di balik tes PCR.
Pasalnya, lanjut Said Didu, PCR merupakan kebijakan publik, namun mengapa masyarakat harus membayar dengan sejumlah uang.
"Artinya ada orang yang mau berdagang dengan rakyat," ucap Said Didu.
Artikel Ini sebelumnya tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul 'Cium Bisnis Covid-19, Said Didu: Kenapa Harga PCR Berubah-ubah Tidak Konsisten?'.***