PR BEKASI - Pegiat media sosial Ferdinand Hutahaean dikecam netizen Twitter atas komentar menohoknya soal kasus-kasus tidak senonoh yang terjadi pada santriwati belakangan.
Belum juga usai kasus pemerkosaan di Bandung, ternyata muncul kasus lain di Tasikmalaya yang serupa.
Sembilan santriwati di Tasikmalaya diketahui juga dicabuli oleh guru pesantren.
Ferdinand pun mengomentari kejadian ini dengan mengatakan bahwa hal-hal semacam ini merupakan permasalahan pada kaum tertentu yang tidak disebutkannya.
"Kejam! Masalah kalian memang ada pada t**** (alat kelamin pria)," ucapnya sebagaimana dirangkum Pikiranrakyat-Bekasi.com.
Tentu komentarnya itu langsung menuai amarah netizen karena seperti yang diketahui bahwa Ferdinand selalu memusuhi kelompok yang disebutnya kadrun.
Kadrun ini biasanya diartikan oleh para buzzer Jokowi sebagai orang-orang yang kerap mengkritik pemerintahan.
Baca Juga: Jumlah Korban Bertambah, Oknum Guru Pemerkosa Santriwati di Bandung Terancam Hukuman Kebiri
Komentar bernada negatifnya tersebut pun langsung dibalas oleh pemilik akun Twitter @AruziMunthe yang meminta Ferdinand untuk tidak menjadi pengecut.
"Kalian yang kamu maksud siapa Fer, gentle lah kalau ngomong. Jangan kayak pengecut gitu," ucapnya.
Sementara netizen lain meminta untuk tidak mengecap Islam sebagai agama yang semacam itu karena agama lain pun memiliki masalahnya masing-masing.
"Hampir semua kalangan ada orang model begini dan tidak ada orang waras yang tidak marah atas perilaku bejat seperti ini," kata @DaengKayo89.
Baca Juga: Bukan 12, Oknum Guru Bejat di Bandung Ternyata Cabuli 21 Santriwati
Kemudian menurut @IwanLife, Ferdinand selalu bergerak cepat jika ada kejadian yang berhubungan dengan agama Islam.
"Lo kalau berita santri atau ada hubungannya sama Islam semangat banget bos. Giliran terjadi sama agama lu, mulut dan jempol lu terkunci," tuturnya.
Penting untuk diketahui, meski kasus pemerkosaan oleh guru pesantren di Bandung masih membuat beberapa pihak terpukul.
Ternyata ada dua kasus serupa yang terjadi di Tasikmalaya di mana seorang guru pesantren mencabuli sembilan santriwati.
Kejadian ini diungkapkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya.
Mereka telah mendampingi para santriwati yang menjadi korban pencabulan guru pesantrennya sendiri.
Penelusuran KPAID Kabupaten Tasikmalaya menemukan bahwa ada sembilan orang korban santriwati di pesantren yang sama.
Penyelidikan ini bermula setelah salah satu korban berani melaporkan pencabulan oleh guru pesantren.
Korban mengaku belajar di sebuah pondok pesantren berlokasi di wilayah Tasikmalaya Selatan.
Pelaku adalah pengurus yayasan pesantren tersebut dan hampir sama dengan kasus pemerkosaan oleh guru pesantren di Cibiru, Kota Bandung, kasus pencabulan ini juga menyasar para santriwati berusia antara 15 sampai 17 tahun.***