Desakan Penundaan Pilkada 2020 Meningkat, Nasir Djamil: Pemerintah Gunakan Kaidah Fiqih yang Lain

- 22 September 2020, 12:58 WIB
Politisi PKS, Nassir Djamil.
Politisi PKS, Nassir Djamil. /Antara

PR BEKASI - Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di masa pandemi Covid-19 hingga kini masih menimbulkan sejumlah perdebatan sejumlah pihak meski pemerintah tetap memastikan jadwal sesuai rencana awal pada 9 Desember 2020.

Menurut sejumlah pihak, pelaksanaan Pilkada di masa pandemi dikhawatirkan akan semakin meningkatkan angka kasus positif Covid-19 di Indonesia sehingga mereka meminta agar Pilkada ditunda sampai kondisi pandemi Covid-19 mereda.

Salah satu pihak yang meminta Pilkada ditunda adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang menilai penyelenggaraan Pilkada memiliki banyak mudarat atau kerugian.

Baca Juga: Ada 'Main-main' dalam Impor Bawang Putih, DPR Marah dan Minta Kasusnya Diusut Tuntas 

Namun, sebagian pihak juga menilai bahwa penundaan Pilkada 2020 justru akan menyebabkan ketidakpastian politik karena para pemimpin daerah akan habis masa jabatannya pada Februari 2021.

Presiden Joko Widodo pun telah menegaskan bahwa penyelenggaraan Pilkada tidak bisa ditunda dan menunggu pandemi berakhir karena tidak ada satupun negara yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

Menanggapi sejumlah perbedaan pendapat tersebut, maka Anggota Komisi II DPR RI Nasir Djamil berharap pemerintah dapat merangkul organisasi masyarakat dan pihak-pihak yang sudah menyatakan sikap untuk menolak melanjutkan tahapan Pilkada Serentak 2020.

Baca Juga: Sambut Tanggal Gajian, Cek Merchant Baru ShopeePay Minggu Ini Buat Kantong Lebih Hemat 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai kekhawatiran ormas tersebut wajar karena mereka mengambil kaidah fiqih yakni "daru'ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih" artinya menghindari kerusakan harus didahulukan daripada membangun kebaikan.

"Wajar mereka mengambil pendapat seperti itu, karena mereka melihat pandemi di sini bukan melandai tapi semakin meningkat. Wajar kalau kemudian mereka mengambil kaidah fiqih seperti itu," kata Djamil dalam rapat kerja Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin, 21 September 2021, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Nassir Djamil mengingatkan, agar jangan sampai Presiden serta Menteri Dalam Negeri dan para penyelenggara pemilu menganggap sikap itu sebagai sesuatu yang menumbuhkan pesimisme.

Justru, pemerintah harus melihat sikap mereka sebagai tantangan untuk membuktikan bahwa penularan pandemi Covid-19 itu bisa ditangani dengan baik.

Baca Juga: Gawat, Badan Kesehatan AS Pastikan Virus Corona Bisa Menyebar Lewat Udara Hingga Jarak 2 Meter Lebih 

Djamil mengusulkan kaidah fiqih lain yang harus dipegang teguh oleh pemerintah untuk menjawab tantangan pihak-pihak yang menolak melanjutkan tahapan Pilkada Serentak 2020, yakni keadaan darurat tidak menggugurkan hak orang lain.

"Ini juga penting, ada hak warga negara yang diatur dalam konstitusi. Bahwa hak warga negara itu adalah memilih dan dipilih. Oleh karena itu, negara harus menerjemahkan kaidah fiqih ini, bagaimana keadaan darurat tidak menggugurkan hak orang lain," kata Djamil.
​​​​​​​
Menurut Djamil, Allah tidak akan membebani suatu perkara di luar kuasa makhluknya (La yukallifullahu nafsan illa wus'aha).

Kemudian, ketika pemerintah sudah bermusyawarah untuk menyelesaikan perkara tersebut dan bertekad menghadapinya, maka selanjutnya tinggal menjalankan.

Baca Juga: Ada 'Main-main' dalam Impor Bawang Putih, DPR Marah dan Minta Kasusnya Diusut Tuntas 

Jangan pula, ketika ada desakan lagi, kemudian mundur. Karena itu, dia mengingatkan pemerintah agar konsisten pada pendirian.

"Jadi sudah azzam, sudah membulatkan tekad, maka berserah diri, jalankan wasyaawirhum fil amr​​​​​​​, faidza ‘azamta fatawakkal. Caranya menerapkan protokol kesehatan," kata Djamil.***

 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x