Bila peserta aksi melakukan tindak anarkis dan merusak fasilitas, maka akan dikenai sanksi oleh aparat hukum.
"Kita cukup pengalaman dalam menangani aksi demo sudah puluhan tahun itu. Tapi kan kita tidak bisa melarang demo karena kita negara demokrasi. Tapi kita tetap sampaikan tidak boleh anarkis, tidak boleh merusak. Kalau dia melakukan itu ada sanksinya," katanya.
Baca Juga: Sebut Airlangga Cs Tak Paham Omnibus Law, Rocky Gerung: Jokowi Saja Kabur, Pasti Ada Permainan
Ia juga menyampaikan aksi aparat kepolisian dalam mengawal aksi demo sudah sesuai protap keamanan agar tidak terjadinya jatuhnya korban.
"Disemprot bukan berarti kita keras, tapi itu untuk menjaga jarak agar tidak jatuh korban, seperti lemparan batu dari massa pendemo," kata Wawan.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa penolakan UU Ciptaker Omnibus Law yang terjadi di sejumlah wilayah di seluruh Indonesia kemarin telah memasuki hari ketiga semenjak dimulai Selasa, 6 Oktober 2020 lalu.
Baca Juga: Kabar Gembira, WHO Umumkan Kemungkinan Adanya Vaksin yang Siap Pada Akhir 2020
Berbagai lapisan masyarakat dari mulai buruh, mahasiswa, masyarakat umum, hingga anak sekolah turut turun ke jalan untuk menentang UU yang dianggap merugikan bagi para pekerja tersebut.
Bahkan di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Malang, hingga Yogyakarta aksi unjuk rasa tersebut banyak yang berujung pada kerusuhan serta bentrokan dengan aparat Kepolisian.
Tidak sedikit demonstrasi di sejumlah wilayah tersebut berujung pada perusakan dan pembakaran fasilitas umum.