Polisi Dinilai Langgar SOP Terkait Tembakkan Gas Air Mata ke Arah Peserta Demo Tolak UU Ciptaker

- 9 Oktober 2020, 16:25 WIB
Ilustrasi polisi menembakkan gas air mata ke arah demonstran.
Ilustrasi polisi menembakkan gas air mata ke arah demonstran. / The Spokesman-Review / Dan Pelle/

PR BEKASI – Penolakan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law memicu unjuk rasa yang berlangsung selama tiga hari, yakni dari tanggal 6 Oktober sampai 8 Oktober 2020.

Masyarakat yang terdiri atas serikat buruh dan mahasiswa melakukan unjuk rasa di beberapa daerah di Indonesia.

Namun, beberapa unjuk rasa dilaporkan berakhir dengan kericuhan. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan peserta aksi unjuk rasa.

Baca Juga: Polemik Omnibus Law di Sektor Lingkungan, Kemenko: Amdal Tidak Dihapus, Hanya Disederhanakan Saja

Salah satunya, sebuah rekaman video amatir yang diunggah oleh akun Twitter @selamat_dina yang menampilkan anggota personil polisi huru-hara yang menembakan gas air mata langsung ke arah para peserta unjuk rasa.

Hingga saat ini, belum ada informasi lebih lanjut peristiwa tersebut terjadi tepat di mana.

Warganet menilai bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan SOP pengendalian huru-hara.

Baca Juga: Dikira Akun Resmi DPR RI, Warganet Indonesia Buat Malu Usai 'Serang' Rapper Asal Korea Selatan

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs resmi Polri, Jumat, 8 Oktober 2020, SOP (Standard Operating Procedure) penembakan gas air mata ditembakkan anggota polisi ke arah atas dalam sudut kemiringan.

Anggota polisi tidak diperkenankan menembakkan gas air mata langsung ke arah peserta unjuk rasa.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti, meminta aparat kepolisian berhenti menembakan gas air mata kepada massa dalam aksi penolakan UU Cipta Kerja di DKI Jakarta.

Baca Juga: Restoran Legian di Jogja Dibakar Massa, Sultan Kecewa Berat dan Tidak Akan Lagi Beri Izin Demo

Fatia meminta pihak kepolisian untuk membiarkan mahasiswa yang ikut dalam aksi unjuk rasa tersebut pulang ke rumah masing-masing tanpa dibubarkan dengan menembakkan gas air mata.

"Kami meminta sweeping dan juga penembakan gas air mata yang masih berlangsung hingga detik ini (dihentikan), agar tidak terjadi kericuhan lebih lanjut dan membiarkan mahasiswa ini segera pulang," kata Fatia dalam Konferensi Pers Koalisi Masyarakat Sipil secara virtual.

Menurut Pasal 16 Perkap No. 8 Tahun 2010 Tentang Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara, satuan anggota Polisi Huru-Hara dilarang untuk melakukan kekerasan yang tidak sesuai prosedur.

Baca Juga: Demo UU Cipta Kerja di Jakarta Berakhir Ricuh, 398 Ton Sampah Jadi PR Anies Baswedan

Untuk informasi, gas air mata menyebabkan robekan dan iritasi hebat pada mata, hidung, dan mulut. Tidak hanya itu, gas iar mata membuat paru-paru terasa sakit.

Gas air mata berkontribusi menghalangi pernapasan normal dan menimbulkan ketakutan akan mati lemas. Gas air mata juga dapat berdampak buruk bagi mereka yang menderita asma dan penyakit paru obstruktif kronik.

Selain itu, gas tersebut juga dapat menyebabkan cedera parah dan terkadang kematian saat dikerahkan dalam jarak dekat dan dalam skala besar, seperti yang terjadi di Mesir pada awal 2011.

Baca Juga: Balas Ucapan Airlangga Soal Dalang Aksi, Rocky Gerung: Saya Lebih Percaya Anak STM daripada Anda

Di tengah pandemi dengan potensi bahaya gas air mata bertambah dua kali lipat.

Para pengunjuk rasa yang terkena gas air mata secara naluriah melepas masker wajah yang direkomendasikan secara medis. Mereka harus melepas masker sebab batuk dan keperluan untuk menghirup udara bersih.

Hal ini dinilai dapat berpotensi lebih tinggi penyebaran virus corona.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Polri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x