PR BEKASI – Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengunggah tutorial membaca Omnibus Law di akun Twitter-nya (@LaodeMSyarif) pada Sabtu, 10 Oktober 2020.
Dalam unggahanya, dia melakukan perbandingan kewenangan pusat dan daerah, hasil bacaan dari Koalisi Pembaca Omnibus Law dokumen versi 5 Oktober 2020.
Dua gambar yang menunjukkan sebagian pasal dari Omnibus Law terlihat ditandai oleh tanda panah, disertai keterangan yang harus dibaca dan tidak.
Baca Juga: Hotman Paris Bagikan Kisah Perjalanan Hidupnya, Mulai Hanya Digaji 200 Ribu hingga Mau Bunuh Diri
TUTORIAL MEMBACA CERDAS OMNIBUS LAW CIPTA KERJA:
“Seri: PERBANDINGAN KEWENANGAN PUSAT & DAERAH”
Disclaimer: Hasil Bacaan dari “Koalisi Pembaca Omnibus Law”
(Dokumen Versi: 5 Okt 2020) pic.twitter.com/nvionmfDLH— Laode M Syarif (@LaodeMSyarif) October 10, 2020
Unggahan tersebut menarik respons warganet, terpantau hingga pukul 22.58 WIB, kemarin, sudah ada 1.730 yang membagikan, 62 cuitan, dan 4.041 yang menyukai unggahan tersebut.
"Langkah pertama membaca cerdas: membaca arti kata yang disebutkan Pasal-Pasal tersebut. Penggiringan opini namanya kalo dibilang pemerintah pusat bikin perencanaan secara detai sampai ke tingkat kabupaten," kata akun @dipptak.
Baca Juga: Kemendikbud Terbitkan Surat Larangan Mahasiswa Ikut Demonstrasi Penolakan Omnibus Law
"Ijin belajar Pak Laode, kalau merujuk ke UU 26/2007, pasal kewenangan pemerintah di pasal 8(1) itu yang diubah dalam UU CK (Undang-Undang Cipta Kerja) adalah ada pemberian dan pembinan bantuan teknis penyusunan RDTR, butir (2) dan (3) itu tetap seperti yag lama merujuk ke pemerintah pusat dan ‘wilayah nasional’," kata @hkushardanto.
“Pasal 10 dan 11 intinya, sama dengan UU 26/2007 tapi lebih ringkas dan ada kalimat: norma, standar, prosedur, kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Ini yang belum ada dan harus disiapkan oleh PemPus. Kalau saya lihat di UU 26/2007, pasal 14 itu masuk pelaksanaan, tidak bicara karyawan,” tulis @kushardano, menambahkan.