Stafsus Kemnaker Paparkan Kepentingan Buruh yang Ada di UU Cipta Kerja

- 14 Oktober 2020, 16:41 WIB
Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat dan Mahasiswa (GERAM) Riau melakukan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.
Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat dan Mahasiswa (GERAM) Riau melakukan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. /Rony Muharrman/ANTARA

Dia menambahkan bahwa UU Ciptaker juga memberikan inovasi yang lebih relevan bagi buruh yang terkena PHK, yakni memberikan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan angka yang tidak memberatkan pengusaha.

“Manfaat JKP ini hanya ada di UU Cipta Kerja, angkanya tidak lagi memberatkan pekerja ataupun pengusaha dengan iuran tambahan. Pemerintah akan lakukan rekomposisi iuran yang ada, dari BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Dita Indah Sari.

Baca Juga: Viral Video Ambulans Ditembaki Gas Air Mata Oleh Polisi, Yusri Yunus Beberkan Kronologi Kejadiannya

Terkait isu mengenai kontrak, dia menjelaskan bahwa syarat-syarat mengenai pekerja kontrak masih mengadopsi aturan di UU Ketenagakerjaan. Terutama di Pasal 56 dan 59, yang juga disesuaikan dengan perkembangan terkini.

“Kenapa batas maksimal kontrak tidak tercantum lagi? Karena ini akan dicantumkan di Peratuan Pemerintah nanti, supaya ada fleksibilitas. Karakteristik hubungan kerja di tiap sektor kan bisa berbeda-beda,” tutur Dita Indah Sari.

Dia juga menyampaikan klarifikasi terkait misinformasi mengenai cuti, terutama bagi para buruh perempuan. Karena, UU Cipta Kerja tetap mengatur pemberian cuti hamil dan cuti haid.

Baca Juga: UU Ciptaker Atur Sertifikat Halal, MUI: Sangat Berbahaya, Ada Potensi Langgar Syariat Islam

“Tidak ada penghilangan cuti hamil dan haid. Menteri (Ketenagakerjaan) kita ini perempuan, separuh pekerja kita ini perempuan. Semua tetap ada, dan dibayarkan upahnya,” ujar Dita Indah Sari.

Untuk syarat PHK, dia memastikan terdapat empat tahap yang harus dilalui, apabila keputusan tersebut benar-benar dilakukan. Sehingga, pengusaha maupun buruh bisa mendapatkan solusi yang terbaik.

“Pengusaha harus tetap memberikan informasi, tidak bisa sepihak. Kalau pekerja tidak setuju, harus ada perundingan yang bisa didampingi serikat pekerja. Jika tidak sepakat, pemerintah harus mediasi. Kalau tidak selesai juga, baru masuk jalur hukum,” tutur Dita Indah Sari.

Halaman:

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x