"Yang diuntungkan kendaraan kecil yang naik ke atas (tol layang) tapi implementasinya kami disuruh memikul bebannya saja. Padahal yang naik ke atas kan golongan satu saja," katanya.
Dia juga menyebut alasan kelancaran lalu lintas akibat beroperasinya tol layang menjadi dasar kenaikan tarif adalah tidak tepat karena belum seluruh armada beroperasi di masa pandemi sehingga mobilitas saat ini di Tol Jakarta-Cikampek belum sepenuhnya normal.
Baca Juga: Kembangkan SDM, Ma'ruf Amin Minta Umat Islam Tidak Berpikiran Sempit
"Macet mah tetap saja, ini kan lancar karena pandemi saja. Coba kalau normal ya pasti macet juga. Mereka yang aktivitas di kawasan industri kan menggunakan Japek bawah bukan Japek Layang," katanya.
Ia meminta pemerintah lebih sensitif dalam melakukan identifikasi permasalahan karena berdasarkan data jumlah kendaraan truk yang melintas di Tol Jakarta-Cikampek hanya lima persen saja sementara 95 persennya adalah kendaraan kecil.
"Ini kan truk dianggap sumber kemacetan, tapi kami diminta ikut menanggung beban buat teman-teman (kendaraan) yang tidak mau macet ini. Kalau mau adil, kami boleh naik ke atas jika tidak boleh ya jangan dibebankan ke kami," katanya.
Baca Juga: Demam Tanaman Hias Mahal Menjamur, Sejumlah Tanaman di Kota Bekasi Digondol Maling
Diketahui PT Jasa Marga (Persero) Tbk berencana memberlakukan tarif terintegrasi Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau Tol Layang dengan Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Akibatnya, tarif Tol Jakarta-Cikampek untuk kendaraan truk mulai golongan II, III, IV, dan V di Jalan Tol Jakarta-Cikampek naik. Kenaikan tarif mulai dari Rp4.000-Rp10.000.
Regional Jasamarga Transjawa Tollroad Division Head Reza Febriano menjelaskan kenaikan tarif bagi jarak dekat dan truk dibarengi dengan peningkatan fasilitas.