Seismic Gap di Dekat Pantai Selatan Jawa, Guru Besar ITB: Ada Potensi Tsunami 20 Meter di Masa Depan

19 September 2020, 17:54 WIB
Ilustrasi Tsunami besar. /pexels/GEORGE DESIPRIS

PR BEKASI  - Masyarakat Indonesia yang tinggal di sepanjang Pantai selatan Jawa Barat dan selatan Jawa Timur diminta untuk tetap waspada soal kemungkinan potensi tsunami yang bisa terjadi beberapa tahun ke depan.

Hal ini terjadi setelah diteliti bahwa akibat adanya pecahan segmen-segmen megathrust jalur sepi gempa (seismic gap) di Samudra dekat Indonesia secara bersamaan. 

“Tinggi tsunami dapat mencapai 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur,” kata Guru Besar bidang Seismologi di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Widiyantoro.

Baca Juga: Kabar Mengejutkan, Sempat Dikira Tifus, Elvy Sukaesih Dinyatakan Positif Covid-19 

Sri mengatakan, hasil riset menggunakan data gempa dari katalog BMKG dan katalog International Seismological Center (ISC) periode April 2009 sampai November 2018, menunjukkan adanya zona memanjang di antara pantai selatan Pulau Jawa dan Palung Jawa yang hanya memiliki sedikit aktivitas kegempaan.

“Karena itu kami mengidentifikasinya sebagai seismic gap,” ucap Sri.

Selain itu, timnya juga memanfaatkan data GPS dari 37 stasiun yang dipasang di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama enam tahun terakhir. 

Hasil pengolahan data digunakan sebagai model simulasi numerik tinggi tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa jika terjadi gempa besar.

Baca Juga: Viral Dugaan Pelecehan dan Pemerasan Saat Rapid Test di Bandara Soetta, PT Kimia Farma Buka Suara 

Jika deformasi GPS yang diamati lebih kecil daripada laju gerak lempeng (defisit slip), area tersebut berpotensi menjadi sumber gempa pada masa mendatang.

Sri menerangkan, pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam studi ini serupa dengan yang digunakan untuk penelitian Palung Nankai di Jepang.

Dengan mengadopsi asumsi ini, area laju gerak lempeng yang tinggi bisa pecah secara terpisah atau bersamaan saat terjadi gempa.

Luas zona defisit slip di selatan Jawa Barat setara dengan gempa bumi bermagnitudo 8.9 dengan asumsi periode ulang gempa 400 tahun sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya.

Baca Juga: Lumat Schalke 8-0, Ini Delapan Fakta 'Keberingasan' Bayern Munchen 

Untuk periode ulang yang sama, zona dengan defisit slip tinggi di bagian timur setara dengan gempa bermagnitudo 8.8.

“Sedangkan jika kedua zona defisit slip tersebut pecah dalam satu kejadian gempa, maka akan dihasilkan gempa dengan kekuatan sebesar Mw 9.1,” Ucap Sri seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, Sabtu, 19 September 2020.

Untuk memperkirakan potensi bahaya tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, tim melakukan pemodelan tsunami dengan tiga skenario, yaitu pada segmen Jawa bagian barat, segmen Jawa bagian timur, dan segmen gabungan dari Jawa bagian barat dan timur.

Hasilnya antara lain potensi tsunami yang sangat besar dengan ketinggian maksimal 20.2 meter di dekat pulau-pulau kecil sebelah selatan Banten dan 11.7 meter di Jawa Timur.

Baca Juga: Dua Aplikasi Tiongkok Resmi Dilarang Donald Trump Mulai Besok, TikTok dan Jutaan Warga AS Protes  

"Tinggi tsunami bisa lebih tinggi daripada yang dimodelkan jika terjadi longsoran di dasar laut seperti yang terjadi saat Gempa Palu dengan magnitudo 7,5 pada 2018," bunyi hasil riset itu.

Kajian multidisiplin ini yang mencakup analisis data seismik dan geodetik serta pemodelan tinggi tsunami. 

Sri mengatakan, adanya seismic gap di lepas pantai selatan Jawa yang dapat menjadi sumber gempa besar di masa mendatang dengan tsunami yang sangat destruktif.

Hasil studi ini menurut Sri mendukung seruan untuk menambah instrumen sistem peringatan dini tsunami yang relatif masih jarang untuk area di selatan Pulau Jawa untuk melindungi penduduk yang tinggal di wilayah pesisir.

Baca Juga: Simpang Siur Kurikulum Baru, Kemendikbud: Pelajaran Sejarah Akan Tetap Ada di Setiap Generasi 

Tim risetnya beranggotakan Endra Gunawan, Abdul Muhari, Nick Rawlinson, Jim Mori, Nuraini Rahma Hanifa, Susilo, Pepen Supendi, Hasbi A. Shiddiqi, Andri D. Nugraha, dan Hengki E. Putra.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler