Bahaya! Peneliti Prediksi Sistem Tata Surya Akan Musnah Lebih Cepat

- 30 November 2020, 17:46 WIB
Ilustrasi permukaan Matahari.
Ilustrasi permukaan Matahari. /PIXABAY/

PR BEKASI - Tak ada yang abadi, begitupun sistem tata surya kita yang diami, suatu saat akan musnah.

Kalangan ilmuwan dan kaum religius telah lama percaya akan hal ini.

Para peniliti pada tahun 1999 pernah memprediksi kapan sistem Tata Surya kita akan runtuh dan musnah.

Baca Juga: Jubir Presiden Bagikan Berita Pejabat Korut yang Kabur dari Karantina Ditembak Mati, Warganet Kecewa

Namun, penelitian terbaru menunjukkan Tata Surya akan hancur lebih cepat dari yang diprediksi ilmuan di tahun 1999.

Penelitian itu dilakukan oleh Jon Zink dari Universitas California, Los Angeles, Konstantin Batygin dari Caltech dan Fred Adams dari University of Michigan menunjukkan beberapa pengaruh penting yang dapat mempercepat keruntuhan Tata Surya.

Pengaruh pertama adalah Matahari. Dalam waktu sekitar 5 miliar tahun, sebelum mati Matahari akan membengkak menjadi raksasa merah, menelan Merkurius, Venus, dan Bumi.

Baca Juga: Benarkah Gerakan Habib Rizieq Berencana Gulingkan Jokowi? Begini Penerawangan Denny Darko

Kemudian ia akan meletuskan hampir setengah massa, terlempar ke ruang angkasa oleh angin bintang. Matahari akan menjadi bintang katai putih (white dwarf star) dengan massa hanya sekitar 54 persen dari massa Matahari saat ini.

Ketika Matahari kehilangan massa, maka cengkeraman gravitasi Matahari di planet-planet yang tersisa, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus akan berkurang.

Kedua, saat Tata Surya mengorbit pusat galaksi, bintang-bintang lain seharusnya berada cukup dekat untuk mengganggu orbit planet. Fenomena ini terjadi sekali setiap 23 juta tahun.

Baca Juga: Puluhan Laskar FPI Cekcok dengan Aparat, Teddy Gusnaidi: Ini Oposisi yang Otoriter, Bukan Penguasa

"Dengan memperhitungkan kehilangan massa bintang dan inflasi orbit planet luar, pertemuan ini akan menjadi lebih berpengaruh. Dengan waktu yang cukup, beberapa dari pendekatan ini akan cukup dekat untuk memisahkan atau menggoyahkan planet yang tersisa," kata peneliti, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Science Alert, Senin, 30 November 2020.

Simulasi dalam penelitian ini dibagi menjadi dua fase, yaitu simulasi hingga hilangnya massa Matahari, dan fase setelah Matahari kehilangan massa.

Meskipun 10 simulasi bukanlah sampel statistik yang kuat, tim menemukan bahwa skenario serupa dimainkan setiap kali.

Baca Juga: LPI Cegat Polisi di Petamburan, Habib Husin: Siapapun yang Menghalangi Harus Segera Ditangkap

Setelah Matahari menyelesaikan evolusinya menjadi katai putih, planet luar memiliki orbit yang lebih besar, tetapi masih relatif stabil.

Jupiter dan Saturnus, terperangkap dalam resonansi 5: 2 yang stabil. Untuk setiap lima kali Jupiter mengorbit Matahari, Saturnus mengorbit dua kali.

Orbit yang diperluas ini, serta karakteristik resonansi planet, membuat sistem lebih rentan terhadap gangguan bintang yang lewat.

Baca Juga: Edhy Prabowo Terjerat Korupsi, HNSI Berharap KKP Dipimpin Figur Profesional dan Non-partai

Setelah 30 miliar tahun, gangguan bintang tersebut bisa mengguncang orbit yang stabil. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya planet dengan cepat. Planet akan lolos dari orbit dan melarikan diri ke galaksi.

Planet terakhir itu bertahan selama 50 miliar tahun lagi, tetapi nasibnya telah ditentukan. Selanjutnya, planet itu pun terlepas oleh pengaruh gravitasi bintang-bintang yang lewat.

Akhirnya dalam 100 miliar tahun setelah Matahari berubah menjadi bintang putih, Tata Surya menghilang dari alam semesta.

Baca Juga: Jelang Tes Usap Massal, Kabupaten Bekasi Siapkan 500 Kamar Isolasi

Prediksi ini menunjukan Tata Surya akan runtuh dalam waktu beberapa triliun ke depan, bukan lagi 1 kuantiliun. ***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Science Alert


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x