Lapan Prediksi Puncak Siklus Badai Matahari Terjadi pada Tahun 2022, Ini Dampaknya pada Bumi

- 8 Oktober 2021, 18:57 WIB
Ilustrasi. Lapan prediksi puncak badai matahari akan terjadi pada tahun 2022 mendatang.
Ilustrasi. Lapan prediksi puncak badai matahari akan terjadi pada tahun 2022 mendatang. /Pixabay

PR BEKASI - Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memprediksi puncak siklus badai Matahari akan mendekati puncaknya pada tahun 2022 mendatang.

Sehingga aktivitas Matahari kemungkinan akan semakin meningkat, tentunya hal tersebut memiliki dampak yang sangat signifikan untuk bumi.

Lapan mengungkapkan bahwa pada saat aktivitas matahari meningkat, besar kemungkinan akan terjadi peningkatan frekuensi kemunculan flare dan lontaran massa korona.

Baca Juga: Blue Moon Hiasi Langit Indonesia pada Malam Ini 22 Agustus 2021, Begini Penjelasan LAPAN

Serta hal tersebut dapat juga terjadi peningkatan kecepatan angin surya di Matahari akibat banyaknya aktivitas transien di Matahari.

"Peningkatan aktivitas Matahari ini akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap cuaca antariksa, terutama perubahan kerapatan plasma di lingkungan antariksa dekat Bumi," kata Lapan dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com dari laman resminya.

Lapan juga mengungkapkan bahwa aktivitas matahari ekstrem membuat kondisi cuaca antariksa akan memberi pengaruh terhadap satelit-satelit yang mengorbit Bumi, khususnya satelit yang berada di orbit rendah.

Baca Juga: Lapan Ungkap Bumi Akan Disajikan Fenomena Gerhana Matahari Cincin Pada 10 Juni 2021

Selain itu, aktivitas Matahari ekstrem dapat melepaskan partikel berenergi tinggi sehingga menyebabkan terjadinya Single Event Effect (SEE) yang dapat mengganggu performa komponen elektronika satelit.

Akibatnya, resiko pengurangan masa hidup satelit LAPAN A4 dan gangguan operasional satelit juga dapat terjadi.

Namun, dampak pastinya akan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar dan seberapa sering aktivitas ekstrim di Matahari terjadi.

Baca Juga: Kemenag Sarankan Umat Islam Perbaiki Arah Kiblat pada 27 dan 28 Mei 2021, Lapan Beri Penjelasan Ilmiah

Namun sayangnya, prakiraan peristiwa flare atau lontaran massa korona di Matahari belum dapat dilakukan secara jangka panjang.

Oleh sebab itu, pengamatan Matahari dan kondisi cuaca antariksa perlu dilakukan secara kontinu untuk mengantisipasi timbulnya dampak buruk terhadap satelit milik Indonesia yang mengorbit Bumi, seperti LAPAN A4.

Sebagai informasi bahwa siklus Matahari yaitu siklus sebelas tahun sekali ketika jumlah bintik matahari bervariasi. Pada periode teraktif, atau solar maximum, jumlah bintik Matahari lebih sampai puncaknya.

Baca Juga: LAPAN Sebut Gerhana Bulan Total Bersamaan dengan Hari Raya Waisak Tak Akan Terjadi Lagi Setelah Ratusan Tahun

Sementara pada periode dengan cara rendah, atau solar minimum, jumlah bintik Matahari menjadi kurang sampai titik terendahnya.

Diketahui periode solar Maximum terakhir berlangsung pada tahun 2001.

Siklus Matahari tidak selalu persis sebelas tahun sekali, siklus ini bisa muncul paling cepat dalam 9 tahun, dan paling lambat dalam 14 tahun. Siklus ini pertama kali ditemukan oleh Heinrich Schwabe pada tahun 1843.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: LAPAN


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah