Ironisnya toxic masculinity ini semakin memperparah kondisi dengan selalu menganggap lelaki sebagai pelaku dan perempuan adalah korban kekerasan seksual, padahal tidak selalu seperti itu.
“Hal pertama yang dapat dilakukan laki-laki adalah meruntuhkan toxic masculinity, dengan sepenuhnya meyakini bahwa mereka sangat mungkin menjadi korban kekerasan seksual.
“Dengan demikian, laki-laki tidak akan ragu mencari tempat perlindungan dan ruang aman ketika menyadari dirinya menjadi korban,” tutur para peneliti.***