Berbeda Pilihan Politik, Para Lajang di Amerika Serikat Enggan untuk Pacaran

8 Oktober 2020, 14:12 WIB
Ilustrasi pasangan. /Pexels/tirachard-kumtanom/

PR BEKASI – Politik praktis telah memecah belah beragam aspek, termasuk dalam dunia percintaan. Menurut laporan, telah terjadi peningkatan tajam jumlah lajang yang menolak calon pasangan dengan keyakinan politik yang berbeda.

Kriteria baru dalam memilih pasangan ini muncul beberapa waktu jelang pemilu. Hal ini disampaikan menurut data aplikasi kencan, Match.

Menurut data aplikasi tersebut, jumlah orang di Amerika Serikat yang mencari pasangan tetapi memiliki latar belakang politik, pilihan politik, serta keyakinan poliltik yang berbeda mengalami peningkatan.

Baca Juga: Posisi Sekda Jakarta Kosong, Anies Baswedan Buka 'Audisi' Nasional

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Times, Kamis, 8 Oktober 2020, penelitian itu menunjukkan bahwa memilih Donald Trump dapat menurunkan ketertarikan di mata pasangan kencan dari kubu Demokrat sebesar 70 persen.

Sementara itu, memilih Hillary Clinton dapat menurunkan ketertarikan di mata pasangan kencan dari kubu Republik sebesar 47 persen.

Baru-baru ini, jajak pendapat YouGov/Economist pada bulan September 2020 dilaporkan bahwa setengah dari pemilih Republik dan 40 persen pemilih Demokrat tidak akan keberatan jika anak mereka menikah dengan orang yang memiliki pilihan politik yang berbeda.

Baca Juga: Separuh Warga Nagorno-Karabakh Mengungsi Akibat Perang Armenia-Azerbaijan

Akan tetapi, sebanyak 45 persen responden jajak pendapat dilaporkan tidak akan berkencan dengan orang yang berbeda pilihan politik.

Sebagian besar dari mereka, yakni sebanyak 86 persen, beranggapan bahwa sulit untuk berkencan dengan orang dengan pilihan politik yang berlainan.

Di sisi lain, besarnya angka tersebut membuat khawatir para ahli.

Baca Juga: Pro Kontra Omnibus Law, Airlangga: UU Ciptaker Mempermudah UMKM dan Membuka Lapangan Kerja

Helen Fisher, seorang antropolog biologi dan konsultan aplikasi Match, mengatakan bahwa besarnya peningkatan ini berarti orang-orang mengabaikan dorongan primordial mereka untuk bereproduksi.

"Menemukan pasangan reproduksi adalah hal terpenting yang kami lakukan dalam hidup kami. Orang yang sedang jatuh cinta biasanya mau mengabaikan apapun," kata Fisher.

Problem ini juga mendapat perhatian Bradford Wilcox, profesor sosiologi dan direktur Proyek Pernikahan di Universitas Virginia. Menurutnya, kriteria pasangan dengan pilihan politik yang sama lebih dari sekadar selera pribadi belaka.

Baca Juga: Gara-gara Kentut di Masjid Saat Bulan Ramadan, Pria Ini Dijatuhi Hukuman Mati oleh Hakim

"Kami tahu bahwa pernikahan adalah salah satu penanda kunci solidaritas sosial. Munculnya polarisasi dalam penanggalan berarti kita sedang menuju ke arah balkanisasi yang lebih besar," ujar dia.

Namun, beberapa orang melihat problem ini sebagai bagian dari tren jangka panjang. Philip Cohen, seorang profesor sosiologi di University of Maryland, College Park, tidak heran jika orang mencari kesamaan politik dalam hubungan intim mereka.

"Tren jangka panjang adalah langkah bahtera pernikahan yang memuaskan secara emosional serta seksual dan finansial." tuturnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Times

Tags

Terkini

Terpopuler